MESKI setiap tahun diguyur dana otonomi khusus (Otsus) triliunan rupiah, tapi keterse diaan infrastruktur di Provinsi Papua masih minim. Hal ini ditenggarai karena banyak proyek ditungangi titipan pejabat. Akibatnya, banyak proyek terbengkalai atau berhenti setengah jalan karena duitnya habis terpakai.
"APBD di Provinsi Papua dan Papua Barat hampir Rp 17 triliun. Jumlah penduduknya tidak sampai 5 juta jiwa. Tapi, pembangunan di kedua provinsi itu setiap tahun nol besar. Ini yang bikin masyarakat Papua paling miskin di Indonesia," papar Ketua Papua Bangkit, Hengky Jokhu kepada wartawan, kemarin.
Saat ini, jelas Hengky, pembangunan infrastruktur di kedua provinsi paling timur itu sangat memprihatinkan. Pembanguna tidak jalan karena adanya kebijakan proyek titipan, baik itu pejabat dari pusat maupun daerah. "Makanya, ada yang bilang Papua merupakan mesin ATM para pejabat," paparnya.
Hengky lalu memberikan contoh pembangunan Jalan Trans Irian yang semestinya diresmikan Presiden Soeharto akhir 1996, tapi hingga hari ini belum jelas wujudnya.
Demikian halnya pembangunan pelabuhan peti kemas Depapre, pembangunan ruas jalan strategis dan jalan altematif yang menghubungan Bandara Sentani dengan pusat Kota Jayapura. "Ini sarat dengan penentangan kepentingan pusat dan provinsi," katanya.
Menurutnya, meskipun jumlah APBD di kedua provinsi ini sangat besar, tapi faktanya ke-sejahjeraan rakyat sangat minim dibanding dengan daerah yang anggarannya lebih kecil seperti Surabaya.
"Yang membedakan dengan Surabaya, di Papua para pejabatnya hanya pikir jabatan se bagai alat untuk mendapat kesejahteraan baik itu jabatan struktural di pemerintahan maupun jabatan politik seperti kepala daerah dan anggaota DPRD. Makanya, duit habis oleh mereka tanpa menyisakan untuk pembangunan," tegasnya,
Diapun menyayangkan sikap masyarakat Papua yang ikut ikutan serakah. Seperti misalnya, menuntut ganti rugi yang tidak masuk akal padahal tanah itu digunakan pemerintah untuk menunjang pembangunan. "Mereka minta ganti rugi besar, sayangnya uang itu digunakan untuk konsumtif sehingga mereka pun akhirnya tetap terbelakang," bebernya.
Karena itu, dia menyarankan agar penegak hukum tegas menghadapi Papua. Para pejabat yang terindikasi korupsi harus diusut.
Sementara, Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan, dalam evaluasi penyelenggaraan 11 tahun Otsus di Kementerian Dalam Negeri (Kemen-dagri) baru-baru ini, telah banyak kemajuan yang telah dicapai di Provinsi Papua sejak berlakunya UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua.
"Salah satunya, adalah angka kemiskinan yang telah turun dan terus menurun sesuai data yang dikeluarkan BPS," kata Enembe.
Menurut Enembe, penurunan angka kemiskinan di Provinsi Papua itu, erawal dari masa reformasi dan sejak Otsus di mulai pada 2001. Pada awal Otsus, angka kemiskinan berada pada angka 41.80 persen, lalu turun jadi 31,98 persen tahun lalu.
Gubernur dari Partai Demokrat itu mennilai Papua sudah maju di pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. (Admin)
Sumber: Izakar Pekei
https://www.facebook.com/groups/deiyainews/permalink/847893281894163/
0 komentar:
Posting Komentar