This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label artikel. Tampilkan semua postingan

Minggu, 18 Mei 2014

WANITA INGIN DIMENGERTI

Oleh: Nurul Anita, S.Pd.

Kami, para wanita sungguh sebenarnya tau bahwa kalian bukanlah tokoh romantis yang dapat melukis seperti Jack Dawson dalam Titanic, maka itu kami tidak pernah minta kalian melukis wajah kami dengan indah, paling tidak saat kami minta kalian menggambar wajah kami , gambarlah, meskipun hasil akhirnya akan seperti Jayko adik perempuan Giant dalam film Doraemon, tapi kami tahu, kalian berusaha.

Kami, para wanita sungguh sebenarnya tau bahwa kalian bukan peramal seperti Dedi Corbuzier yang dapat menebak isi pikiran kami atau apa yang kami inginkan saat kami hanya terdiam dan memasang wajah bosan, tapi saat itu kami hanya ingin tau, sesabar apakah kalian menghadapi kami jika kami sedang sangat menyebalkan seperti itu, kami tidak minta kalian mampu menebak keinginan kami, setidaknya bersabarlah pada kami dengan terus bertanya “jadi sekarang maunya gimana?”

Kami, para wanita sungguh sebenarnya tau bahwa kalian bukanlah penyair sekaliber Kahlil Gibran atau yang mampu menceritakan kisah romantis seperti Shakespear, maka itu kami pun tidak meminta kalian mengirimi kami puisi cinta berisi kalimat angan-angan nan indah setiap hari atau setiap minggu, tapi setidaknya mengertilah bahwa setelah menonton film korea yang amat romantis itu, kami sangat berandai-andai kekasih kami dapat melakukan yang sama, meskipun isi puisi tersebut tidak sebagus kahlil Gibran, kami akan sangat senang –sungguh- jika kalian mengirimkannya dengan tulus dan niat. (bahkan meskipun ujungnya terdapat “hehe, aneh ya?”, kami akan benar-benar melayang, tuan)

Kami, para wanita sungguh sebenarnya tau bahwa kalian tidaklah setampan Leonardo Dicaprio, tapi tolong mengertilah itu sama sekali bukan masalah bagi kami, saat kami memuja-muja pemuda seperti itu, itulah pujian dan pujaan, tapi hati kami sungguhnya telah terikat oleh kalian, tuan. Mungkin saat itu kami hanya ingin tau apa pendapat kalian jika kami jatuh cinta pada orang lain, semacam mengukur tingkat kecemburuan kalian. ;)

Kami, para wanita sungguh sebenarnya tau bahwa kalian tidaklah semenakjubkan John Nash atau sebrillian Isaac Newton, namun kami sebenarnya sangat menghargai bantuan kecil dari kalian meskipun hanya membantu mencarikan artikel dari internet, kami ingin menunjukkan pada kalian bahwa kalian lebih kami percayakan daripada Newton atau Galileo.

Kami, para wanita sungguh sebenarnya tau bahwa kalian tidaklah segagah Achilles pada film Troy, maka itu kami tidak pernah minta kalian mengikuti program peng six-pack an tubuh atau kontes L-men. Namun dengan kalian berhenti dan tidak pernah merokok, kami sangat akan memilih kalian dari Achilles manapun. Menyuruh kalian berhenti merokok adalah untuk meyakinkan diri kami bahwa kalian lebih gagah dari Achilles (karena tentu kalian akan kalah beradu pedang dengan Achilles bukan?).

Kami, para wanita sungguh sebenarnya tau bahwa kalian bukan Pangeran denga kuda putih yang akan melawan naga demi kami, karena kami pun bukan putri tidurnya, dan maka dari itu kami tidak pernah minta kalian melawan preman pasar yang pernah menggoda kami waktu lalu, tapi setidaknya, mengertilah tanpa kami harus minta, saat hujan lebat datang dan dirumah sedang mati lampu dan ayah ibu belum datang, kami hanya dapat mengandalkan kalian, maka itu temani kami walau hanya dengan sms dan telepon, karena menurut kami, berbincang dengan kalian adalah melegakan, maka itu jangan tradeoff (tukar) keadaan seperti itu dengan Game PES 2010 terbaru kalian itu (sangat mengesalkan!)

Kami, para wanita sungguh sebenarnya tau bahwa kalian bukanlah bayi yang harus diingatkan hal ini dan itu setiap waktunya, tapi mengertilah bahwa kami sangat merisaukan anda, kenapa kami mengingatkan kalian makan atau sembahyang, itu karena tepat saat itu, kami baru saja hendak makan atau sembahyang, maka itu saat kalian bertanya kembali atau mengingatkan kembali, kami akan jawab “iya, bentar lagi nih”

Kami, para wanita tau kalian bukanlah Romi Rafael yang pandai menyulap saputangan menjadi bunga, maka itu kami tidak pernah meminta hal hal semacam itu, namun mengertilah bahwa melihat bunga rose di pinggiran jalan itu menggoda hati kami, bahkan meski kami tidak suka bunga, pemberian kalian akan menjadi hal yang kami sukai, karena kami sebenarnya hanya sangat ingin menyimpan kalian saat itu, setelah malam kalian antar kami pulang, namun kami tahu kita harus berpisah saat itu.

Kami, para wanita tau kalian bukanlah Mr. Bean yang dapat membuat kami tertawa terbahak saat sedang bosan, maka itu jangan coba-coba menjadi juru selamat untuk mencoba membuat kami tertawa saat itu, karena kami tau kalian tidak mampu sekocak Mr. Bean dan malah hanya akan memperkeruh suasana, yang kami inginkan saat itu hanyalah memastikan kalian ada disamping kami saat masa-masa sulit meski hanya dengan senyuman menenangkan.

Kami, para wanita juga tau kalian bukanlah pemuda seperti Edward Cullen yang akan segera datang dengan Volvo saat kami diganggu oleh preman jalanan, namun setidaknya, pastikan kami aman bersama kalian saat itu dengan tidak membawa kami pulang terlalu larut dan mengantarkan kami sampai depan pintu rumah dan bertemu ayah ibu, (jangan hanya sampai depan gang, hey, tuan!)
Kami, para wanita tau kalian tidak akan bisa seperti ibu kami yang dapat menghentikan tangisan kami, namun tolong mengerti, saat kami menangis dihadapanmu, kami bukan sedang ingin dihentikan tangisannya, justru kami sangat ingin kalian dihadapan kami menampung berapa banyak air mata yang kami punya, atau sekedar melihat apa reaksi kalian melihat kami yang –menurut kami- akan terlihat jelek saat menangis

Kami, para wanita tau juga sebenarnya, bahwa kalian tidak akan punya jawaban yang benar atas pertanyaan, “aku gendut ya?”, kami sungguh tau, tapi saat itu kami hanya ingin tau, apa pendapat kalian tentang kami yang pagi tadi baru bercermin dan sedang merasa tidak secantik Kristen Stewart.

Kami tau, kalian adalah makhluk bodoh yang tidak peka dan terlalu lugu untuk percaya pada setiap hal yang kami katakan, tapi mengertilah bahwa saat kalian bertanya “baik-baik aja?” dan kami jawab “iya, aku baik-baik aja” itu adalah bahasa kami untuk menyatakan keadaan kami yang sedang tidak baik namun kami masih menganggap kalian adalah malaikat penyelamat yang mampu mengatasi ketidak-baik-baikan kami saat itu tanpa kami beritau, (tentu mestinya kalian sadari jika kami memang benar sedang baik-baik saja kami akan menambahkan perkataan seperti “iya aku baik-baik aja, malah tadi aku di kampus ketemu dengan dosen yang itu lho….*bla.bla.bla”)

Iya, kami sepertinya tau apa yang kalian pikirkan tentang kami yang begitu merepotkan. Tapi begitulah kami, akan selalu merepotkan kalian, tuan. Hal ini bukan sesuatu yang kami banggakan, namun inilah bahasa kami untuk mempercayakan hati kami pada kalian, jika kalian bukanlah pemuda yang kami percayakan dan kami butuhkan, tentu saja yang kami repotkan dan persulitkan bukan kalian. Kami makhluk yang amat perasa dan gampang merasa “tidak enak”. Kami enggan merepotkan “orang lain”.

Jika kami merepotkan dan menyusahkan, berarti kami menganggap anda bukanlah orang lain, tuan.

Kami tidak senang bermain-main, tuan pemuda. Maka tolong jaga hati yang kami percayakan ini. Kami mungkin mudah berbesar hati atau “geer”, tapi sekali kami menaruh hati kami pada satu pemuda, butuh waktu yang lebih lama dari menemukan lampu bohlam untuk menghilangkannya (bukan melupakan).

Kami akan sulit menerima hati baru setelah itu, karena kami harus membiasakan diri lagi. Padahal kami sudah terbiasa dengan anda, terbiasa melakukan semuanya dengan anda. Maka tolong, mengertilah tuan. Karena kami, wanita sungguh sangat tau sebenarnya kalian, pemuda, dapat mengatasi semua tingkah kami yang merepotkan ini. ;)

JERITAN PARA LELAKI...


Yang selalu kita dengar adalah Girls Rulez, kini saatnya kami para cowok-cowok mengungkapkan isi hati kami.

Ini adalah cerita dari sisi kita, Kaum Cowok! Kaum Adam! Aturan kita!

Untuk para cewek-cewek...

1. Tidak Semua cowok seperti Dedy Cobuzier.
Jadi jangan harap kami bisa membaca isi pikiranmu disaat kamu manyun tanpa suara. Apa susahnya sih bilang : "Aku Laper, Aku minta dibeliin pakaian, Tolong rayu aku...!"

2. Hari Minggu itu waktunya istirahat setelah 6 hari bekerja, jadi jangan harap kami mau menemani seharian jalan-jalan ke mall.

3. Berbelanja BUKAN olahraga. Dan kami gak akan berpikir ke arah situ.
Bagi kami belanja ya belanja, kalau sudah pas ya beli saja, perbedaan harga toko A dan B cuma 1,000 perak jadi nggak usah keliling kota untuk cari yang paling murah, buang-buang bensin aja...

4. Menangis merupakan suatu pemerasan.
Lebih baik kami mendengar suara petir, guntur , bom meledak daripada suara tangisanmu yang membuat kami tidak bisa berbuat apa-apa.

5. Tanya apa yang kamu mau. Cobalah untuk sepaham tentang hal ini.

Sindiran halus tidak akan dimengerti.
Sindiran kasar tak akan dimengerti.
Terang-terangan menyindir juga kita gak ngerti!
Ngomong aja langsung kenapa!?

6. Ya dan Tidak adalah jawaban yang paling dapat diterima hampir semua pertanyaan. It's simple.!

7. Cerita ke kami kalo mau masalah kamu diselesaikan. Karena itu yang kami lakukan. Pengen dapet simpati doang sih, cerita aja ke temen-temen cewekmu.

8. Sakit kepala selama 17 bulan adalah penyakit. Pergi ke dokter dong...! Masa kami harus pijitin terus tiap pusing...

9. Semua yang kami katakan 6 bulan lalu gak bisa dipertimbangkan dalam suatu argumen. Sebenernya, semua komentar jadi gak berlaku dan batal setelah 7 hari.
Janji kami untuk menyebrangi lautan dan mendaki gunung itu hanyalah klise, jangan dianggap serius.

10. Kalo kamu gak mau pake baju kayak model-model pakaian dalam, jangan harap kita seperti artis sinetron dong.

11. Kalo kamu pikir kamu gendut, mungkin aja. Jangan tanya kami dong. Cermin lebih jujur daripada Lelaki.

12. Kamu boleh meminta kami untuk melakukan sesuatu atau menyuruh kami menyelesaikannya dengan cara kamu. Tapi jangan dua-duanya dong. Kalo kamu pikir bisa melakukannya lebih baik, kerjain aja sendiri.

13. Kalau bisa, ngomongin apa yang harus kamu omongin pas iklan aja. Ingat, jangan sekali-kali ngomong apalagi pas saat tendangan penalty.

14. Kami bukan anak kecil lagi, jadi tak perlu mengingatkan jangan lupa makan, selamat tidur, dll. Menurut kami itu hanyalah pemborosan pulsa saja.

15. Kalo gatel kan bisa digaruk sendiri. Kami juga kok.

16. Kalo kami nanya ada apa dan kamu jawab gak ada apa-apa, kami akan berpikir memang gak ada apa-apa. Ingat, seperti no.1 kami bukanlah pembaca pikiran. Ngomong baby...ngomong. ...!

17. Kalo kita berdua harus pergi ke suatu tempat, pakaian apapun yang kamu pakai, pantes aja kok. Bener. Jadi tidak ada alasan gak mau pergi ke pesta karena tidak ada baju.

18. Jangan tanya apa yang kami pikir tentang sesuatu kecuali kamu memang mau diskusi tentang bola, game, billyard, memancing atau mungkin juga tentang teknik mereparasi mobil.

19. Kami malas berdebat secara hati dan perasaan, ingat! kami hanya pakai logika.

20. Terima kasih sudah mau baca ini. Iyaa ... ya ..., aku siap tidur di sofa nanti malam... (Admin)
Sumber :
 Facebook (https://www.facebook.com/notes/551773334912174/)

Jumat, 16 Mei 2014

Trilogi Penipuan di Papua

Republik Indonesia (RI) menghalalkan segala cara dalam menghadapi perjuangan bangsa Papua. Salah satu caranya melalui penerapan taktik tipu muslihat. Bukan hanya melalui kata-kata saja, tapi tipu muslihat RI dikemas juga dalam dan melalui berbagai kebijakan pembangunan.

Kebanyakan pejabat di Papua tertipu dengan banyak tipu muslihat dari Jakarta. Pejabat pemerintah Papua pun telah meniru gaya tipu muslihat dari gurunya, "Pemerintah Pusat". Dan, ikut menipu orang asli Papua .

Akhirnya, terjadilah mata rantai penipuan, yaitu "Jakarta tipu Papua" (JATIPA), "Papua tipu Jakarta"(PATIPA), dan "Papua tipu Papua" (PATIPA). Mata rantai penipuan ini saya beri nama "TRI LOGI PENIPUAN".

Tri Logi Penipuan itu adalah gaya pemerintah pusat yang kini dipraktikkan oleh pemerintah di tanah Papua. Tipu muslihat itu dikemas misalnya dalam pemekaran daerah otonomi baru. Pemekaran di
tanah Papua tidak sesuai dengan syarat-syarat pembentukan. Pada tahun 2013 hanya 2 provinsi dan 41 kabupaten/kota di tanah Papua.

Pada akhir tahun 2013, atas amanah presiden RI pada 27 Desember 2013 menetapkan 3 provinsi dan 33 kabupaten/kota di tanah Papua. Jadi, jumlah total kabupaten/kota di tanah Papua adalah 74 dan jumlah total provinsi sebanyak 5.

Bandingkan dengan jumlah pemekaran baru pada tahun 2014 dari Sabang sampai Ambon hanya 32 kabupaten/kota. Sementara di tanah Papua, pemekaran Daerah Otonomi Baru sebanyak 33. Penduduk di Papua hanya berkisar lebih dari 4 juta jiwa.

Di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat yang jumlah penduduknya masing-masing 50 juta jiwa, tetapi tidak sebanyak pemekaran kabupaten/kota baru seperti di Papua. Agus Kraar katakan, "Itu artinya bahwa orang Papua benar-benar tenggelam sesuai tesis Sendius Wonda dan Socratez Sofyan Yoman dalam buku: Tenggelamnya Rumpun Melanesia dan Pemusnahan Etnis Melanesia."

Selama ini terjadi baku tipu antara Orang Papua tertentu dan Jakarta. Juga antara orang Papua. Jakarta menipu orang Papua dengan banyak janji dan tawaran manis, namun ternyata hasilnya pahit/racun yang mematikan/menghancurkan eksistensi dan kelangsungan hidup orang asli Papua.

Misalnya, Otonomi Khusus yang kini menjadi lambang kejahatan kemanusiaan. Ini yang disebut Jakarta tipu Papua (JATIPA). Selain itu, ada orang Papua tertentu yang kejar jabatan, kehormatan dan kekayaan menipu Jakarta dengan banyak alasan. Seperti menggunakan isu Papua Merdeka sebagai harga tawar untuk meloloskan kepentingan pribadi/golongan.

Padahal, tanpa keterlibatan mereka dalam perjuangan Papua Merdeka, orang asli Papua yang lain tetap akan berjuang; tanpa keterlibatan mereka, Papua pasti akan merdeka pada waktu-Nya. Mereka itu bukan penentu Papua Merdeka, tetapi mereka ini hanyalah "Pelacur Politik", tetapi Jakarta tertipu. Ini yang disebut Papua Tipu Jakarta (PATIJA).

Terjadi pula Papua tipu Papua (PATIPA). Ada orang Papua tertentu menipu orang asli Papua, misalnya mereka berkampanye bahwa dengan adanya pemekaran kabupaten/provinsi baru di tanah Papua, orang Papua akan lebih sejahtera. Ternyata itu tidak terbukti.

Pemekaran Daerah Otonomi Baru di tanah Papua sudah terbukti menjadi jembatan untuk
menciptakan marginalisasi, diskriminasi, minoritasi dan pelanggaran HAM yang berakibat pada pemusnahan etnis Papua.

Ada pula orang Papua tertentu menipu orang asli Papua pada saat kampanye menjelang Pilkada, baik bupati/gubernur dan juga kampanye menjelang pemilihan umum, baik pemilihan DPR maupun Presiden RI.

Mereka berkampanye bahwa setelah terpilih, mereka/ia akan memerdekakan Papua, atau akan mensejahterakan rakyat. Namun, setelah di antara mereka ada yang terpilih, ternyata mereka tidak menepati janji-janji manisnya. Justru mereka menjadi kaki tangan NKRI untuk menjajah orang
Papua.

***
Penipuan sudah menjadi tradisi RI. Misalnya, sejarah Indonesia itu kebanyakan ditambal sulam dan direkayasa. "Penipuan" sudah diterapkan oleh RI sejak proses aneksasi bangsa Papua ke dalam NKRI. RI berhasil menipu segelintir orang Papua pada tahun 1960-an. Penipuan itu lebih banyak dilakukan oleh masyarakat migran tertentu yang berasal dari Indonesia Timur yang didatangkan oleh pemerintah Belanda.

Orang Papua tertentu ini tertipu dengan kelicikan orang Indonesia. Setelah Indonesia menduduki di tanah Papua, pada akhirnya orang Papua yang tertipu itu, ada yang kecewa. Ternyata kemudian mereka mengetahui karakter dan tabiat Indonesia yaitu negara miskin, rakus, kejam, bodoh, penipu, pembunuh dan perampok. Walaupun orang asli Papua sudah mengetahui karakter dan tabiat Republik Indonesia, namun sampai saat ini ada orang asli Papua tertentu yang masih setia dan berkorban untuk
keutuhan NKRI.

"Jakarta Tipu Papua" (JATIPA), Papua Tipu Jakarta (PATIJA), dan Papua Tipu Papua (PATIPA) yang disebut TRI LOGI PENIPUAN itu dapat juga disebut "TIGA MATA RANTAI AKAL BUSUK PENIPUAN". TRI LOGI PENIPUAN Ini sudah berakar kuat dalam praktek perpolitikan di Indonesia selama ini, maka sangat sulit untuk mencabut dan memperbaikinya. Kecuali ada mukjizat dari Tuhan. Karena itu, selama bangsa Papua masih berada dibawah penjajahan RI, maka selama itu pula TRI LOGI PENIPUAN itu akan dipraktekkan.

Tidak ada cara lain bangsa Papua keluar dari praktek Tiga Dimensi Akal Busuk penipuan ini, kecuali keluar melalui satu jalan yaitu Papua Merdeka (Berdaulat Penuh).

Inilah saatnya setiap orang asli Papua dan para simpatisan di mana saja Anda berada, baik yang
berkarya dalam sistem NKRI maupun yang berada di luar sistem NKRI untuk segera membangun persatuan nasional dan pemulihan diri menuju kebebasan total dan pemulihan bangsa Papua.

Dihimbau kepada rakyat bangsa Papua, lebih khusus para pejuang Papua di mana saja Anda berada camkanlah bahwa "Penipuan" itu bukan gaya dan tradisi dari para moyang bangsa Papua, tetapi itu gaya moyang dan pemerintah Indonesia, yang kini diwariskan kepada para pejabat pemerintah di tanah Papua, karena itu rakyat bangsa Papua jangan sekali-kali meniru gaya Tri Logi Penipuan itu. Gaya dan tradisi para moyang Papua adalah jujur dan apa pun masalah dibawah ke para-para adat untuk memecahkan masalah agar menciptakan perdamaian dan kebaikan.

Kepada para pejabat Papua segera berhenti melacurkan diri dalam permainan kotor. Serta kepada RI segera berhenti menipu bangsa Papua melalui berbagai siasat, dan mari majukan Dialog  untuk menyelesaikan masalah Papua dengan damai yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral demi tegakan martabat manusia Papua di atas segala kepentingan.


Selpius Bobii adalah Ketua Umum Front PEPERA Papua Barat, juga TAPOL Papua.

Sumber : http://majalahselangkah.com

Rabu, 16 April 2014

Sebuah Kata “PENGAMPUNAN”


Kita semua dalam perjalanan seumur hidup, dan intisari perjalanan tersebut adalah keharusan pentingnya mengampuni dan diampuni. Saya cenderung merasa kasihan daripada marah pada anda dan mereka yang lain.

 saya cenderung tidak ada lagi yang bisa dikatakan tentang itu semua, karena memang saya tidak tahu apa yang anda dan mereka yang lain pernah bicarakan tentang saya, karena itu, harganya adalah perbuatanmu saya balas dengan sebuah kata “pengampunan”. Anda dan mereka yang lain adalah Saudara2ku, saya ada karena anda dan mereka yang lain ada. Kita satu dalam “UGATAME”. 

Menurut saya, pengampunan adalah perintah untuk kita, karena yang tidak bisa memaafkan, merusak jembatan yang harus dia lalui sendiri. Bagi saya memaafkan dan penganpunan adalah memberi, sehingga menerima hidup sebagai manusia Ciptaan UGATAME yang utuh. Disisi lain, Pengampunan adalah jawaban untuk mimpi seorang anak dari sebuah keajaiban, dimana apa yang rusak dibuat utuh lagi, dan apa yang kotor dibuat bersih lagi. 

Maka tepatlah GOBAYBO memafkan anda dan kalian yang lain. Saya masih ingat betul tujuh sumber daya kuat “MOTO HIDUP” yang selalu telah tersedia untuk saya : cinta, nikmati, jalani, syukuri doa, memaafkan dan pengampunan. Saya harus selalu memaafkan musuh saya, karena saya tidak pernah tahu kapan saya harus bekerja dengan mereka. Tidak ada balas dendam begitu lengkap selain pengampunan.

 Satu hal yang masih saya ingat dengan baik adalah setiap saat saya memaafkan dan melupakan. Saya merasa tidak memaafkan menjadikan saya dipenjara oleh pembicaraan tanpa bukti dan oleh kelakuan anda, dihantui keluhan bodoh yang tidak memungkinkan mendapat kehidupan yang baru. 

Tidak memaafkan mengunci tindakan dan respon akan kemarahan dan balas dendam, gayung bersambut, yang semakin menjadi. Sedangkan pengampunan membebaskan saya dan anda. Maka harga sebuah pengampunan memang sangat mahal. Karena itulah barangkali saya mengatakan sulit untuk mengampuni. Tetapi justru karena mahal itulah, maka saya harus mengejar dan meraih nilai suatu pengampunan. 

Harga suatu pengampunan jelas tidak dibeli oleh materi, uang, harta, pangkat dan kedudukan apapun. Harga suatu pengampun dibeli dengan kasih, pengorbanan, kerendahan hati, persaudaraan dan kelemah lembutan. Kalau saya mengatakan sulit mengampuni, sekali lagi, itu adalah realita. 

Namun jangan katakan saya tidak mau mengampuni. Itu adalah justru sikap pembrontakan akan nilai kasih yang dicanangkan oleh iman dan agama saya. Kalau saya mengatakan tidak mau mengampuni berarti saya telah berseberangan misi Yesus dan ajaran Gereja saya yang jelas mendorong dan mengajak saya untuk memaafkan dan mengampuni. 

 Peribahasa ini menjadi kesimpulan saya : “Siapa yang menanam, Dia yang akan Menuai” Kita pasti pernah mendengar peribahasa ini, “Siapa menanam, pasti dia yang akan menuai.” Maksudnya, jika seseorang menanam kebaikan, maka ia akan menuai kebaikan pula. Dan jika seseorang menanam kejelekan, maka ia akan menuai hasil yang jelek pula. Hukum ini mengatur hidup kita.

Dan bersifat pasti. Sama seperti hukum gravitasi. Jika kita melompat dari gedung tingkat 5, kita pasti jatuh ke bawah dan mati (kecuali jika kita superman). Banyak sekali keluh kesah yang bakal muncul, tatkala manusia mengalami hal buruk atau hal yang tidak menguntungkan.Bukan karena disebabkan oleh sebuah kesadaran ,namun lebih cenderung pada akibat dari sebuah keinginan dan iri, pada dasarnya keinginan dan iri tersebut sudah disusun matang dengan sebuah perencanaan yang rumit dan terperinci. 

Dengan dalih apapun, manusia sering malakukan upaya-upaya untuk melawan keadaan yang tidak menguntungkan ini, entah dengan menggunakan dalih apapun.yang penting keinginan dan iri mereka tercapai atau terlaksana sesuai yang direncanakan. Ada sebuah sisi yang terkadang selalu dilupakan oleh umat manusia dalam mengarungi kehidupan dengan berbagai aspek hidup.

Bahwa sesungguhnya posisi perencanaan manusia sebebenarnya bukan satu-satunya penentu keberhasilan sebuah keinginan dan iri, namun pada kahakekatnya ada sebuah kekuatan besar yang mengendalikan alur kehidupan dunia fana adakal kekuatan UGATAME. 

Sadar atau tidak, setuju atau pun tidak maka fakta ini tidak dapat terbantahkan. Ukuran dalam skala kecil, semisal bahwa ada sebuah keberhasilan yang dicapai ataupun sebuah kegagalan yang dirasakan oleh setiap individu ternyata terjadi diluar kendali dan bahkan datangnya dengan tanpa diduga-duga, maka fakta ini semakin menonjol terbaca oleh hati, pikiran dan panca indera dengan jelas dan gambling, namun sayangnya kita sering tak mampu menangkap kebesaran UGATAME.

 Dalam skala yang besar, bahwa jika sudah waktunya maka jika terjadi sebuah revolusi pikir, revolusi social ataupun reformasi politik dan hukum, maka sepatutnya kita sekalian mengakuinya bahwa hal tersebut adalah bagian dari Kehendak TEGEE. Tipu daya dan reka yasa, sesungguhnya tidak akan berhasil jika semuanya itu berlandaskan trik dan akal-akalan, karena sesungguhnya hal-hal yang timbul dari pada reka daya pada hakekatnya sangat rapuh dan tidak bertahan lama, kendati tersusun rapi dan terorganisir selayaknya SARANG LABA-LABA.

 Bahwa kita sekalian sudah pasti mengakui adanya KEBENARAN, yakni hukum alam yang segala prinsip-prinsipnya sudah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa Sang Pencipta Alam semesta. Bahwa barang siapa menabur maka sudah pasti akan memanen, barangsiapa menanam maka sudah pasti akan memetik hasil.

 Intinya bahwa, segala sesuatu hal yang terjadi pada setiap individu adalah karena ulah perbuatan sendiri. Sehingga tidak benar jika lantas kita menuding orang lain adalah penyebab datangnya musibah ataupun hal yang buruk. Karena pada hakekatnya semua itu adalah hasil perbuatan diri sendiri. Kejahatan akan membalasnya dengan kejahatan pula, kebaikan akan membalas dengan kebaikan pula sehingga hasilnyapun sama.

 By : Yance Gerpan Gobay

Senin, 31 Maret 2014

KESAN SEORANG PEREMPUN KULIT HITAM "BEATRIS KOTOUKI" PERANTAU ATAS AKSI GENDER


 Menyaksikan siapa diri perempuan adalah sumber segalanya, namun perlunya di jaga dan lindung bersertai ungkapan balik sadarilah sebagai perempun kaum hawa yang lemah dan lembut. Sebagai perempuan Hak berbicara dan hak di tegaskan dalam keluarga dan pun muka umum atas pelanggaran-pelanggaran Genderitas laki-laki terhadap perempuan selalu menjadi terkesan.

Laki--laki dan perempuan adalah saling membutuhkan apapun yang terasa tidak ada satupun terkecuali karena sebagai bagian dari kehidupan kepuasan pelengkap. Ketegasan terbatas yang di ungkapkannya. Memang jelas saya pun akui atas ungkapan yang melahirkan ilmu antara dirinya sekaligus kejadian di mata media buku dan lain-lain, salah satu bagian dari ilmu.

Ilmu ini di lahirkan oleh seorang perempuan segala sisi yang di lakukan sendiri maupun perbuatan laki-laki terhadap perempuan di nyatakan ungkapan battin dan perasaan. karena kehidupan manusia dalam genderitas timbal balik hanya pada kata-kata pesan-pesan di bawah ini

Kesan Pesan Ketegasan-ketegasan yang telah ungkapkan oleh seorang perempuan tersebut adalah beriku ;
PESAN UNTUK LAKI-LAKI
► Perempuan bukan cuma ditiduri
► Perempuan bukan bahan perkosaan
► Perempuan bukan dijadikan budak nafsu
Tapi...!!
► Perempuan untuk dihargain
► Perempuan untuk dihormati
► Perempuan untuk disetarakan
► Perempuan untuk disejajarkan
► Perempuan untuk diberlakukan adil
Karena...!!
► Dari rahim perempuan kita lahir
► Dari Asi perempuan otak kita berkembang
► Tanpa perempuan kita tak akan bisa berkembang biak

Dalam kehidupan manusia saling dampingi di segala apapun, namun dengan segala yang di ungkap adalah batin dirinya perempuan atas telah lakukan tak di kecuali karena semua ini adalah perempuan bisa melakukannya dengan sadari persetujuan.

Namun kata-kata yang di ungkapkan adalah sistematika yang tidak menyebar luaskan, melalui apa saja hanya sebatas sepikiran kata-kata belaka. Karena perempuan membutukan apapun yang di tuliskan diatas sebagai perempuan. di pentinqkan hanya pelanggaran yang belum ada sah dalam perbuatan-perbuatan yang telah pesankan.

"Perempuan membutuhkan laki-laki sebaliknya laki-laki membutuhkan perempuan"

Oleh : Maga Beatri'x Kotouki

Kamis, 27 Maret 2014

Sangat Bermanfaat : “ 25 Tips Hidup Bahagia dan Damai”.




1. Jangan membanding"kan diri kita dengan orang lain.
2. Jangan berpikiran negatif terhadap orang lain.
3. Jangan mengejek atau merendahkan orang.
4. Jangan melakukan sesuatu dengan emosi.
5. Jangan suka bergosip hal yang tidak penting.
6. Jangan menyimpan dendam.
7. Jangan suka mengeluh.
8. Yang lalu, biarlah berlalu jangan diungkit"
9. Jangan membenci.
10. Hiduplah dengan damai.
11. Sadari bahwa kebahagiaan berawal dari diri sendiri.
12. Sadari bahwa hidup adalah proses pembelajaran.
13. Perbanyak senyum dan tertawa.
14. Jangan suka ngotot.
15. Selalulah berkomunikasi kepada orang yang disayang.
16. Yakinlah setiap hari adalah hari yang baik.
17. Maafkan semua orang.
18. Luangkan waktu untuk orang tua dan hormati.
19. Usahakan membuat orang lain tersenyum.
20. Jangan mencampuri urusan orang lain.
21. Beri perhatian terhadap keluarga.
22. Hargailah orang yang mengasihimu dan menyayangimu.
23. Jika lihat orang susah, harus saling tolong menolong.
24. Jaga ucapan, perilaku, pikiran sebelum bertindak.
25. Yang terakhir paling penting adalah milikilah kasih dan kesabaran.
(Pihter)

Minggu, 23 Maret 2014

PATOLOGI POLITIK MEUWODIDE DI ZAMAN SERBA BISA BOM PECAH BELAH SEROTAN

 Penulis Oleh : Agus Mote

PARTAI POLITIK
Patologi politik "Zaman serba bisa", siapa mau siapa berani yang penting ada modal kertas warna sah. adalah politik yang sangat mengesankan kepada masyarakat umum baik jelata maupun di kalangan intelektual pernah menjadi mantan politik terpengalaman, tidak sabar lagi karena atas gelisa-gelisa perkembangan dunia politik situasional. 

Bukan humor cerita lagi di depan mata kenyataan reaksi bereaksi menjadi berkepala politik kebenaran dan politik penipuan di bibir belur lidah bergoyang bagai ular memantau jalan kompasnya mengendali kepala diri.

Patologi politik menjadi Pecah serotan belah dua arti sangat mencekam dalam aktifitas politik di kalangan masyarakat meuwodide yang begitu serba bisa kepala tanpa menyatu moncongnya. 

Berbagai partai politik menjadi usut agenda siapa saja bisa daftar adalah bisnis total dengan memaksa hal yang pentingkan bagi masyarakat jelata. Faktorial yang memicu pada batin adalah membawa batin menyakiti jiwa dan membangkitkan semangat atas kesakitan jiwa pada masyarakat jelata, apa arti politik semua bungkam, apa arti ilmu politik semua bungkap, hanya sependek kata uang yang semua tau menahu sekiranya ilmu politik itu segampang standing runding.

Mengaku dirinya semua masyarakat jelata dan mantan politik menjadi rundingan berlida profesor politik di medan memakai master-master partai politik di lapangan. Master ilmu politik yang luar biasa tanpa konseptor yang ideal begitu depn mata. 

Patologika politik adik lawan kakak sangat luar biasa selepas dari darah keluarga atau antar sesama siapapun merasa dunia ini bisa dan ungkapan kau kecil dan kau tidak tau apa-apa. Adalah salah satu politik serotan belah dua satu ikatan keluarga menjadi bubar ikat gabung keluarga lain adalah lawan balik dirinya.
Patologi politik sangat faktorial di zaman siapa bisa ini adalah :
1. Tinggalkan Pegawai negeri daftar calon DPR; terjadi meuwodide
2. Tinggalkan Guru daftar calon DPR; terjadi meuwodide
3. Tinggalkan Mantri daftar calon DPR terjadi di meuwodide
4. Mahasiswa Tinggalkan Sekolah daftar calon DPR terjadi di meuwodide
5. Tinggalkan DPR daftar calon DPR kembali, terjadi di meuwodide
6. Tinggalakn Kebun masyarakat daftar calon DPR, terjadi di meuwodide

Masyarakat lain jadi bingun dan bahan cerita diantara patologi politik yang di lakukan meuwodide ini sangat reaksi, melupakan diri mereka sendiri nyawa jadi jerat politik. 

Pihak pemberi suara sangat membingungkan karen calon adik dan kakak keluarga jadi ricuh serotan menjadi belah dua sangat di sayangkan politik belur "adik mati dan kakaknya hidup maju dan sebaliknya.

Perlu di prediksi bahwa apa arti politik mainan terbuka terbisa di antara berbagai politik humor atau ceritra nyata di depan mata rakyat sendiri jadi gelisah sepanjan hidup akan bungkam sakit jiwa nyawa belur.

Patologi politik Outonomia plus menjadi otonomi semua individu manusia selayak bisa, apa arti partai politik bisa berpidato pendapat berlida lidaan, gula-gula manis dari jakarta bertangan panjang, bisa di benahi. 

Masyarakat meuwodide seharusnya perlu ketahui patologi politik unpan balik dari jakarta Faktor keselamatan atau faktor membawa arus genoside diantara politik halus siapa bisa. Mari kita lihat faktorial politik di lapangan apa yang terjadi; selamat sukses dengan sehati pupuk hidup sebuah rotan bela dua; "pahami apa arti politik patologika reaksi-bereaksi tanpa pandang adik kakak" 

Sumber : Facebook Agusmote Papua'ns Di https://www.facebook.com/groups/deiyainews/permalink/850482214968603/



Sabtu, 22 Maret 2014

Papua Butuh Guru dengan Metode Mengajar CTL


Felix Minggus Degei (Dok. Pribadi)
(Sebuah Catatan Penting untuk Pemahaman Bersama.Terlebih Khusus bagi Semua Stakeholder yang Berperan Penting dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Tanah Papua)

Oleh. Felix Minggus Degei*

Tulisan pemahaman tentang pendekatan ini dirasa sangat penting karena sampai saat ini, pendidikan di Papua dan secara umum di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan(teacher centered).Sehingga realitas yang selama ini terjadi adalah seorang guru cenderung berceramah dan siswa hanya sebagai pendengar setia.Selain itu, pemberian contoh dan pembahasan materipun selalu berangkat dari yang tersurat dalam buku-buku cetak ataupun paket.  Padahal idealnya adalah pembelajaran harus dimulai dari apa yang dilihat dan dirasakan oleh siswa itu sendiri.

Hal ini dibuktikan dengan beberapa keluhan yang perna diutarakan oleh beberapa siswa saat sharing pengalaman dengan penulis pada kesempatan yang berbeda. Keluhan itupun datang dari  siswa yang berasal dari tingkatan sekolah yang berbeda. Aneh tetapi nyatanya adalah bahwa bunyi keluhan-keluhan tersebut dengan maksud yang sama. Berikut ini adalah dua contoh kutipan yang perna diutarakan oleh siswa sebagai korban dari metode yang hanya berpusat pada guru tersebut.

“Setiap kali guru mengajar di kelas itu saya bingun sekali karena mereka selalu memberikan contoh-contoh dalam pelajaran itu tentang Jakarta dan gaya hidup dari orang-orang di sana saja.Hal yang menjadi pertanyaan saya selama ini adalah guru-guru ini mengajar kami untuk belajar gila atau tidak.Karena yang kami belajar adalah hal yang sama sekali tidak terbayang di pikiran kami.” Ujar Moses Degei, Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Gabungan Jayapura Papua, belum lama ini.

Selain itu, tepatnya pada tahun 2010 silam, penulis bertemu dengan salah seorang Siswa Kelas 2SD YPPK Don Bosco Modio Kabupaten Dogiyai Papua.Ia mengeluh tentang soal ulangan harian yang diberikan oleh gurunya yakni “Sebutkan masing-masing tiga contoh kendaraan roda dua dan empat!”ia pun hanya bisa menggarut kepala karena tidak bisa menjawabnya. Alasannya tentu karena disana jalan raya saja tidak ada, apalagi kendaraan dengan berbagai merk.

Apakah aksi dari siswa tersebut di atas ini salah?. Ataukah, metode atau pendekatan belajarnya yang salah?.Hal ini agak aneh, akan tetapi itulah yang sudah dan sedang terjadi dalam pembelajaran saat ini.Padahal idealnya, mereka diberikan materi dengan contoh-contoh yang ada di sekitar siswa itu tinggal dan hidup.

Keluhan dari kedua siswa di atas adalah salah satu potret terkecil dari sekian banyak masalah yang dialami oleh para peserta didik saat ini,terlebih khusus di Tanah Papua.Sehingga, dipahami bahwa dengan model pendidikan seperti ini membuat siswa pasif dan tinggal menerima input dari guru saja. Padahal, pada hakekatnya pendidikan yang harus diharapkan sesuai kurikulum saat ini yakni Pembelajaran yang Aktif Inovatif Kreatif dan Menyenangkan (PAIKEM). Sehingga dalam pembelajaran  tersebut siswa sendirilah yang menganalisis serta menghubungkan antara teori yang diterimanya dengan dengan kondisi realitas di sekitar siswa itu berada.

Hal ini dirasa penting karena berhasil atau tidaknya proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dalam suatu kelas sangatlah ditentukan oleh metode atau pendekatan belajar yang diterapkan oleh seorang pendidik. Oleh karena itu, dalam tulisan ini penulis ingin membahas tentang salah satu metode yang dirasa sangat efektif dalam pembelajaran saat ini untuk diterapkan di setiap sekolah.Hal ini kadang dilalaikan oleh seorang guru dalam mendidik.Padahal metode ini adalah tentang bagaimana siswa sendiri aktif dan kreatif dalam belajar berdasarkan pengalaman mereka sehari-hari.

Oleh karena itu, selanjutnya Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)adalah merupakan jawaban yang sangat signifikan atas situasi seperti ini dalam dunia pendidikan.Karena Pengertian secara harafiahnya pendekatan belajar ini merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.(US Departement of Education, 2001).

Dasar filosofi dalam Penerapan Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL)adalah pembelajaran berdasarkan apa saja yang ada disekitar para siswa berada. Sehingga fokus utama dalam metode belajar ini adalah para siswa(student centered), bukan berfokus pada seorang guru (teacher centered).Seorang guru hanya berperan sebagai fasilitator dan mediator dalam pembelajarannya.

Sehingga dipahami bahwa dalam penerapan Pendekatan ini sangat dimungkinkan untuk terjadinya beberapa bentuk belajar yang secara tidak langsung dialami oleh siswa. Minimal secara ideal ada lima bentuk belajar yang terjadi dalam Kegiatan Belajar Mengajarnya (KBM) antara lain a). Mengaitkan (relating);b).Mengalami (experiencing);c).Menerapkan (applying);d).Bekerjasama (cooperating); dan e).Mentransfer (transferring).

a)    Mengaitkan (Relating)
Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Seorang guru menggunakan strategi ini ketikaia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.Dalam konteks di Papua, setiap guru yang mendidik ia harus mampu dan mau mengaitkan konsep baru yang ada dalam teori dengan hal-hal apa saja yang ada di dalam Alam Papua. Harapannya supaya para siswa bisa aktif dan kreatif dalam memahaminya tanpa harus menghayal sesuatu yang sesungguhnya tidak ada di pikiran mereka.

b)    Mengalami (Experiencing)
Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahuan sebelumnya.Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.Dipahami bahwa setelah siswa mengaitkan dengan apa saja yang ada di sekitar mereka, sehingga sangat pasti mereka juga yang akan mengalaminya dalam memahami penerapan dari suatu teori tertentu. Dalam konteks di Papua juga demikian, bahwa contoh-contoh yang diberikan dalam materi harus mengenai hal-hal yang paling tidak bisa dialami oleh siswa karena ada di sekitar mereka.Dengan siswa mengalami sesuatu tentunya akan lebih susah untuk dilupakan, dari pada hanya menelaah teorinya saja.

c)    Menerapkan (Applying)
Dalam bentuk belajar ini siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan suatu masalah. Seorang guru tugasnya hanya memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.Dalam konteks di Papua dipahami bahwa guru yang mengajar hanya bertugas dalam memberikan dorongan dengan praktik-praktik yang rill dan bersangkutan dengan apasaja yang ada juga di Papua. Hal ini dirasa sangat penting karena berhubungan dengan relevansi terhadap kemungkinan lapangan kerja bagi putra/I Asli Papua setelah selesai studi.

d)    Bekerjasama (Cooperating)
Dalam bentuk belajar ini tentu siswa sendiri yang secara kelompok akan memecahkan suatu masalah berkat kerja sama dari kelompok kalangan siswa sendiri. Karena dalam hal ini seorang guru hanya sebagai motivator dan fasilitator dalam berlansungnya proses belajar dari siswa. Dalam konteks di Papua, pengalaman kerjasama ini tidak hanya membantu siswa mempelajari bahan ajar.Akan tetapiharapannya supaya para siswa juga bisa konsisten dengan dunia nyata yakni alam sekitar siswa (Alam Papua).

e)    Mentransfer (Transferring)
Dalam Pendekatan kontekstual salah satu hal yang secara otomatis akan terjadi pada siswa adalah mereka secara langsung memahami karena obyek yang dibicarakan ada di sekitar mereka.Bedanya dengan pendekatan lain adalah siswa mereka hanya dituntut untuk bagaimana bisa memahaminya dengan cara menghafal. Sehingga dalam konteks Papua dipahami bahwa ketika seorang guru memberikan contoh harus sesuai dengan apa saja yang ada di Papua, maka tentu hal yang akan terjadi dalam diri siswa adalah memahami bukan hanya menghafal.

Selain itu, menurut Depdiknas untuk penerapannya, Pendekatan Kontektual (CTL) memiliki tujuh komponen utama, yaitu
a).Konstruktivisme (constructivism); b).Menemukan (Inquiry); c). Bertanya (Questioning); d).Masyarakat-belajar (Learning Community); e). Memodelan (Modeling); f).Refleksi (Reflection), dan g). Penilaian yang sebenarnya (Authentic).Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing komponen.

a)    Konstruktivisme (Constructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.

b)    Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual karenapengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri.Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hyphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).

c)    Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya.Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, 8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

d)    Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu.Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.

e)    Pemodelan (Modeling)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model.Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.

f)    Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.

g)    Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.

Selanjutnya, setelah melihat, membaca, menelaah dan memahami sedikit teori dari Pendeketan Belajar CTL, sangatlah jelas bahwa idealnya yang perlu diberdayakan dalam KBM adalah siswa itu sendiri.Dan, memang hal inilah yang sangat diharapkan dalam proses belajar. Sehinggakemerdekaan bagi peserta didik dalam belajar itupun akan sangat nampak.

Sebenarnya, kurikulum belajar saat ini sangat menunjang untuk penerapan pendekatan belajar ini.Karena dalam implementasi pendidikannya diberikan kewenangan sepenuhnya pada satuan pendidikannya masing-masing.Sehingga, setiap tingkatan pendidikan tersebut punya hak dan wewenang untuk merancang kurikulum belajar yang sesuai dengan daerah dimana sistem pendidikan itu dijalankan.

Kurikulum belajar tersebut adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).Dalam penyelenggaraannya, disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. Kurikulum ini, secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) seperti yang dilansir padahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_Tingkat_Satuan_Pendidikan.

Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari standar isi, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri.KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).

Selanjutnya, untuk mengakhiri tulisan ini penulis hanya mau memberikan dua buah tawaran solusi yang dialamatkan kepada kedua pihak dan instansi terkait, pertama Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi masing-masing kota terlebih khusus di Papua; dan keduapara tenaga pendidik (guru) yang sedang bertugas dan kerja di setiap tingkatan pendidikan.

Pertama,Dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), tentunya telah diberikan kewenangan sepenuhnya kepada setiap satuan pendidikan untuk membuat kurikulum dalam belajar sesuai dengan kebutuhan dan keberadaan dari sekolah tersebut (kontekstual).Oleh karena itu, penulis merasa Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten Kota dan Para pakar dalam manajemen pendidikan dan kurikulum harus melaksanakan lokakarya besar-besaran untuk merancang pendidikan yang layak dan pantas dilaksanakan di daerah tersebut, terlebih khusus di Tanah Papua. Harapannya, supaya penyelenggaraan pendidikannya sesuai dengan kebutuhan dari Sumber Daya Manusia (SDM) dari daerah tersebut.

Kedua, Dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),tentu diberikan ruang untuk para pendidik dalam merancang dan menyelenggarakan pendidikan di setiap sekolah.Terlebih khusus adalah dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka.Hal tersebut dirasa sangat penting karena itulah amanat dari pendekatan CTL itu sendiri.

Semoga, tulisan ini menjadi bahan inspirasi yang baik bagi semua pihak yang berkecimpung dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dan secara khusus di Papua.Salam perubahan!.
“Sesungguhnya, dunia memerlukan generasi yang cerdas.Dan, para guru sedang mengusahakan hal tersebut.”

Felix Minggus Degei adalah Asisten Dosen pada Program Studi Bimbingan dan Konseling (Psikologi) FKIP Universitas Cenderawasih Jayapura-Papua.

Sumber :http://tabloidjubi.com

Jumat, 21 Maret 2014

Refleksi Pemilu Massa Lalu & Proyeksi Pemilu 2014


Oleh : Nelles Dogomo
Nelles Dogomo; Foto Pribdai Album FB


Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mengumumkan Daftar Calon Sementara (DCS)  peserta pemilu 2014. Dan saat ini KPU sedang memverifikasi tanggapan publik atas calon peserta bakal calon legislative yang diusulkan parpol maupun calon perorangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk segera memperbaiki dan atau melengkapi berkas yang dianggap Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sampai dengan penetapan akhir Daftar Calon Tetap (DCT) pada tanggal (14 juli s/d 22 Agustus) mendatang.


Jika kita melihat calon peserta bakal calon legislatif (Bacaleg) pemilu 2014 kali ini, sangatlah memperihatinkan. Pasalnya, pertama yaitu caleg yang maju di pemilu 2014 nanti adalah mereka yang lebih banyak duduk di Dewan Perwakilan Rakyat baik dipusat maupun daerah saat ini atau wajah-wajah lama masih mendominasi dalam pusaran perpolitikan nasional dan lokal, serta masyarakat pada umumnya sudah mengetahui kebobrokan para anggota dewan terpilih pada pemilu 2009 lalu.

Kedua adalah politik dinasti. Saat ini masih banyak para bakal caleg yang mempunyai hubungan kekeluargaan dan mereka mendaftarkan diri sebagai caleg dari parpol yang berbeda atau yang sama, dan hal tersebut akan merusak demokrasi itu sendiri karena DPR nanti akan menjadi dewan perkumpulan keluarga dan jika memutuskan sesuatu akan berazas kekeluargaan bukan berazas keadilan untuk masyarakat luas.

Dan ketiga adalah penyelenggara yang tidak netral. Banyaknya komisioner KPU yang diberhentikan karena keberpihakannya dalam mendukung salah satu pasangan calon menjadikan pemilu berjalan tidak sehat, dan masyarakat tentu merasa pencoblosan hanyalah seremonial belaka atau hanya memenuhi syarat pemilu yang jujur dan adil.

Tiga hal inilah yang membuat masyarakat menjadi semakin apatis terhadap pemilu mulai dari 2004, 2009 dan 2014. Jadi, sangatlah tidak berlebihan jika Edward Aspinall, Profesor Politik Asia Tenggara di Departemen Perubahan Sosial dan Politik di ANU mengatakan bahwa di pemilu 2013 Malaysia, semua masyarakatnya bersemangat untuk datang di tempat pemilihan suara untuk menentukan masa depan pemerintahan. Semangat ini yang tak ada di Indonesia, karena mencoblos atau tidak mencoblos sama saja tidak ada perubahan yang signifikan di negeri ini.

Refleksi Pemilu Massa Lalu

Pengalaman rakyat Indonesia dengan pemilu sudah berusia lebih setengah abad. Pemilu pertama di awal kemerdekaan pada tahun 1955 tercatat dalam sejarah sebagai pemilu multipartai yang demokratis. Peserta pemilu terdiri dari partai politik dan perseorangan, serta diikuti lebih dari 30 kontestan. Hasil pemilu 1955 memberikan cetak biru (Blue print) bagi konfigurasi pengelompokan politik masyarakat yang tercermin dalam konfiguarsi elit. Setelah pemilu 1955, pemilu berikutnya terjadi di era Orde Baru. Kelebihan pemilu-pemilu orde baru keberkalaannya. 

Penguasa orde baru berhasil menyelenggarakan pemilu secara teratur tiap lima tahun sekali. Tetapi kelemahan mendasarnya adalah pemilu-pemilu orde baru diselenggarakan dengan tidak memenuhi persyaratan sebuah pemilu yang demokratis. Harus diakui bahwa partisipasi politik rakyat dalam mengikuti pemilu-pemilu  Orde Baru sangat fantastis. Rata-rata pemilu – pemilu orde baru diikuti oleh lebih dari 80 % pemilih, bahkan nyaris mendekati 90 % pemilih. Sebuah tingkat partisipasi politik yang tidak dijumpai di negaran kampiun demokrasi seperti inggris dan Amerika Serikat. Namun aturan penyelenggaraan pemilu-pemilu tersebut memiliki cacat kronis.

Pertama, tidak ada kompetisi yang sehat dan adil diantara peserta pemilu. Hal itu dilihat dari adanya undang – undang yang membatasi jumlah partai peserta pemilu, yaitu hanya diikuti oleh 3 partai politik. Selain ketiga partai politik tersebut tidak boleh ikut pemilu, bahkan tidak boleh ada partai politik yang terbentuk selain ketiga partai tersebut. (PPP, Golongan Karya, PDIP).

Kedua, tidak ada kebebasan dan keleluasaan bagi pemilih untuk mempertimbangkan dan menentukan pilihan-pilihannya. Secara sistematis, penguasa orde baru menggunakan jalur birokrasi untuk memenangkan pemilu. Bahkan pada pemilu 1971, Menteri Dalam Negeri ketika itu sempat membuat surat edaran agar pegawai negeri memiliki loyalitas tunggal hanya pada pemerintah, yang diterjemahkan sebagai loyal pada partai penguasa. Pegawai negeri dilarang terlibat dalam partai politik, tetapi tidak dilarang jika terlibat dalam partai penguasa saat itu.

Ketiga, penyelenggara pemilu adalah pemerintah, terutama Departemen Dalam Negeri. Azas ketidakberpihakan penyelenggara pemilu tidak terpenuhi  karena pemerintah adalah bagian dari partai berkuasa dan menjadi salah satu peserta pemilu pula. Dengan demikian besar peluang untuk terjadinya kecurangan dalam mekanisme teknis pemilu, yang tentu saja merugikan peserta pemilu lainnya (selain partai berkuasa).  Sehingga syarat kompetitif yang adil dan bebas tidak terpenuhi. Partai berkuasa  memiliki kesempatan untuk bersaing lebih baik dari pada partai-partai oposisi. Hasilnyapun bisa diduga, Partai berkuasa selalu menang dengan mayoritas mutlak, rata-rata memperoleh 80% suara.

Setelah berakhirnya secara formal kekuasaan Orde Baru, Indonesia memasuki periode peralihan dari situasi otoriter ke transisi demokrasi. Pengalaman banyak negara menunjukkan bahwa periode transisi demokrasi umumnya memakan waktu lama, sampai satu atau dua dekade tergantung dari intensitas transisi yang berakibat pada perubahan mendasar dalam sistem politik dan juga sistem ekonomi. Tak terkecuali bagi Indonesia. Perubahan itu diawali dengan penyelenggaraan pemilu sebagai mekanisme demokratis untuk melakukan sirkulasi elit. Pejabat lama yang tidak dipercaya perlu diganti dengan pejabat baru yang dapat lebih dipercaya dan accountable melalui pemilu yang demokratis. Pemilu yang dilaksanakan pada masa transisi adalah pemilu yang strategis karena merupakan sarana untuk membersihkan elemen otoriterisme dalam kekuasaan secara evolutif. 

 Pemilu masa transisi juga menjadi sarana bagi pemikiran – pemikiran, gagasan – gagasan atau kader – kader baru yang segar dan tidak koruptif  ke dalam lingkar kekuasaan. Jika pemilu masa transisi berhasil melembagakan proses sirkulasi elit secara demokratis, maka situasi transisi akan berubah menuju konsolidasi demokrasi. Sementara jika tidak berhasil, maka ada peluang besar bagi elemen otoriterisme untuk menkonsolidasi diri dan menunggu  kesempatan untuk berkiprah kembali dalam panggung politik

. Oleh karena itu, mengingat arti penting pemilu pada masa transisi, terutama pemilu 2009 yang lalu, maka semua penggerak demokrasi serta warga yang peduli akan tercapainya konsolidasi demokrasi di Indonesia, perlu meneguhkan komitmen untuk menjaga Pemilu 2014 agar dapat menjadi batu loncatan ke arah pemilu selanjutnya yang diharapkan lebih demokratis. Walaupun diakui pula bahwa perangkat UU Pemilu, Partai Politik dan aturan pemilu lainnya yang dihasilkan DPR masih belum sempurna dan mengandung sejumlah  permasalahan. Sebaliknya, tanpa keberhasilan mengawal Pemilu 2014, maka sulit mengharapkan pemilu selanjutnya dapat memberikan hasil yang lebih baik bagi terjadinya sirkulasi elit dan pelembagaan demokrasi.

Rekrutmen Bacaleg Tak Demokratis
Beberapa penelitian tentang rekrutmen anggota legislatif Pemilu 2004 dan 2009 menemukan kecenderungan dan pola yang menjauhkan pemilu dari nilai-nilai demokrasi.

 Pertama, proses rekrutmen tidak berlangsung secara terbuka dan partisipatif. Sejumlah partai politik besar memang telah menyusun pedoman rekrutmen calon (penjaringan, penyaringan, dan penetapan dalam daftar berikut nomor urut) tetapi sekelompok kecil elite partai politik begitu dominan dan berpengaruh dalam menentukan nomor urut atau nominasi dalam daftar calon. Masyarakat tidak bisa ikut menentukan siapa saja yang berhak duduk dalam daftar calon karena hal itu merupakan otoritas penuh partai politik. Masyarakat seakan dipaksa “membeli kucing dalam karung”.Akibatnya, calon sama sekali tidak memiliki kepekaan terhadap nasib konstituen karena dia merasa hanya “mewakili” daerah administratif, bukan konstituen yang sebenarnya, yang berakibat upaya membangun akuntabilitas dan responsivitas menjadi sangat lemah. 

Kedua, dalam proses rekrutmen tidak ada relasi antara partai politik dan masyarakat sipil. Masyarakat sipil (civil society) hadir sebatas sebagai bilangan angka, bukan layaknya konstituen yang harus dihormati dan diperjuangkan aspirasinya. Pada saat bersamaan berbagai organisasi masyarakat berperan sebagai underbouw, mesin politik yang bertugas sekedar memobilisasi massa, bukan sebagai basis perjuangan politik partai. Di mata aktivis organisasi masyarakat, partai politik bukanlah bagian dari gerakan sosial untuk mempengaruhi kebijakan dan mengontrol negara, namun tidak lebih sebuah “kendaraan politik” pihak tertentu untuk meraih kekuasaan dan kekayaan. Anggota legislatif berorientasi pada kekuasaan dan kekayaan, bukan pada misi perjuangan yang berupaya  pemberdayakan rakyat sehingga pada saat duduk di lembaga perwakilan, mereka melupakan massa yang menjadi basis dukungannya.

 Ketiga, dalam proses rekrutmen, partai politik sering menerapkan pendekatan “asal pasang” terhadap calon yang dipandang sebagai “mesin politik” atau “anjungan tunai mandiri” (ATM). Hal itu cenderung mengabaikan aspek legitimasi, komitmen, kapasitas, dan misi perjuangan. Partai politik dengan segala kelebihannya memasang mantan tentara dan PNS, pendeta (yang selama ini menjadi penjaga moral), intelektual dan akademisi yang haus kekuasaan dan mendambakan mobilitas vertikal.

Keempat, proses kampanye (sebagai bagian dari mekanisme rekrutmen) jauh  dari upaya pengembangan ruang publik yang demokratis, dialog terbuka, dan sebagai upaya membuat kontrak sosial untuk membangun visi bersama, melainkan hanya sebagai ajang unjuk kekuatan dan obral janji. Bagi para pendukung partai politik, kampanye menjadi ajang pesta dan arena untuk menyalurkan ekspresi identitas yang di mata sebagian orang tampak kurang beradab. Tak heran jika rata-rata jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilih (voters turn-out) cukup besar untuk ukuran pemilu di negara demokrasi baru. Sebagian terbesar mereka adalah pemilih rasional dan pemilih kritis yang termasuk kategori problem solving oriented, serta pemilih skeptis yang tidak memiliki orientasi pada ideologi dan visi-misi atau program kerja kontestan.

Kelima, pemilu dan proses rekrutmen dikerjakan di tengah struktur “massa mengambang” yang kurang terdidik dan kritis. Dalam waktu lama masyarakat tidak memperoleh pendidikan politik yang sehat sehingga ribuan pemilih yang ada rentan terhadap praktik-praktik mobilisasi. Kampanye-kampanye partai politik mengandalkan pertemuan-pertemuan yang melibatkan banyak massa dengan alunan musik hiburan dan raungan kendaraan bermotor yang acapkali memekakkan telinga. Meski saat ini merupakan era keterbukaan, bukan berarti pendidikan politik menjadi agenda utama partai-partai politik. Akibatnya, budaya politik yang partisipatif belum terbangun. Kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya proses rekrutmen secara terbuka dan partisipatif.

 Keenam, sistem pemilu proporsional telah melanggengkan budaya oligarki. Elite partai politik di daerah menjadi sangat berkuasa dalam proses rekrutmen, yakni menentukan siapa yang memperoleh “nomor topi” dan yang mendapatkan “nomor sepatu”. Praktik oligarki itu cenderung memelihara kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) yang sangat tertutup. Alih-alih menghasilkan legislatif yang representatif dan mandatori, situasi itu hanya akan memunculkan legislatif bertipe partisan yang lebih loyal kepada partai politik.

Proyeksi Pemilu 2014
Disepakati bahwa pemilu merupakan sarana demokrasi untuk membentuk kepemimpinan negara. Dua cabang kekuasaan negara yang penting, yaitu lembaga perwakilan rakyat ( badan legislatif) dan pemerintah (badan eksekutif), umumnya dibentuk melalui pemilu.

 Walau pemilu merupakan sarana demokrasi, tetapi belum tentu mekanisme penyelenggaraannya pun demokratis. Menurut hemat penulis ada beberapa faktor yang harus diperbaiki baik dari kualitas para calon anggota legistatif, maupun regulasi kepemiluan dan penyelenggara itu sendiri. Jika, keenam faktor ini sudah baik maka pemilu 2014 pun pasti akan menghasilkan wakil-wakil yang dimimpikan oleh seluruh rakyat.

Pertama, pemilu harus bersifat kompetitif, artinya peserta pemilu baik partai politik maupun calon perseorangan harus bebas dan otonom. Baik partai politik yang sedang berkuasa, maupun partai-partai oposisi memperoleh hak-hak politik yang sama dan dijamin oleh undang-undang (UU), seperti kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat. Syarat kompetitif juga menyangkut perlakuan yang sama dalam menggunakan sarana dan prasarana publik, dalam melakukan kampanye yang diatur dalam UU. Misalnya stasiun televisi milik negara harus memberikan kesempatan yang besar pada partai  politik yang berkuasa, sementara kesempatan yang sama tidak diberikan pada partai-partai peserta pemilu lainnya.

Kedua, pemilu harus diselenggarakan secara berkala. Artinya pemilihan harus diselenggarakan  secara teratur dengan jarak waktu yang jelas. Misalnya setiap lima sekali. Pemilihan berkala merupakan mekanisme sirkulasi elit, dimana pejabat yang terpilih bertanggung jawab pada pemilihnya dan memperbaharui mandat yang diterimanya pada pemilu sebelumnya. Pemilih dapat kembali memilih pejabat yang bersangkutan jika merasa puas dengan kerja selama masa jabatannya. Tetapi dapat pula menggantinya dengan kandidat lain yang dianggap lebih mampu, lebih bertanggung jawab, lebih mewakili kepemimpinan, suara atau aspirasi dari pemilih bersangkutan. Selain itu dengan pemilihan berkala maka kandidat perseorangan atau kelompok yang kalah dapat memperbaiki dan mempersiapkan diri lagi untuk bersaing dipemilu berikutnya.

Ketiga, pemilu haruslah inklusif. Artinya semua kelompok masyarakat baik kelompok ras, suku, jenis kelamin, penyandang cacat, lokalisasi, aliran ideologis, pengungsi dan sebagainya harus memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu kelompok yang mendapatkan dikriminasi oleh proses maupun hasil pemilu. Hal ini diharapkan akan tercermin dalam hasil pemilu yang menggambarkan keanekaragaman dan perbedaan-perbedaan ditengah masyarakat.

Keempat, pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana yang bebas, tidak dibawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas. Keterbatasan memperoleh informasi membuat pemilih tidak memiliki dasar pertimbangan  yang cukup dalam menetukan pilihannya. Suara pemilih adalah kontrak yang (minimal) dalam lima tahun. Sekali memilih, pemilih akan ”teken kontrak” dengan partai atau orang yang dipilihnya dalam satu periode tersebut. Maka agar suara pemilih dapat diberikan secara baik, keleluasaan memperoleh informasi harus benar-benar dijamin.

Kelima, penyelenggara pemilu yang tidak memihak dan independen. Penyelenggaraan pemilu sebagian besar adalah kerja teknis. Seperti penentuan peserta pemilu, Pembuatan kertas suara, kotak suara, pengiriman hasil pemungutan suara pada KPU, penghitungan suara, pembagian kursi dan sebagainya. Kerja teknis tersebut dikoordinasi oleh KPU sebagai penyelenggara Pemilu. Maka keberadaan KPU yang tidak memihak, independen, dan profesional Sangat menentukan jalannya proses pemilu yang demokratis. Jika penyelenggara merupakan bagian dari partai politik yang berkuasa, atau berasal dari partai politik peserta pemilu, maka azas ketidakberpihakan tidak terpenuhi. Otomatis nilai pemilu yang demokratis juga tidak terpenuhi. Dari setiap perekrutan KPU baik pusat, provinsi, kabupaten/kota selalu berdasarkan trans, golongan atau pertemanan atau kekeluargaan.

Keenam, Sistem kaderisasi dalam sebuah partai politik semestinya berjalan dengan baik agar setiap parpol sudah siap, siapa yang layak maju dan dijual ke publik. Ini sangatlah penting, karena saat ini parpol selalu “sembarang” dalam mengusung bakal calon legislative.
Memang agak sulit untuk mewujudkan hal tersebut. Tetapi itulah yang harus diperhatikan agar tercipta Pemilu 2014 yang berkualitas.

Nelles Dogomo, Direktur Eksekutif  Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Kampung Papua (YPMKP)
Penulis saat ini sedang mencalonkan diri sebagai Anggota KPUD Kabupaten Nabire.

Kamis, 20 Maret 2014

AKTIF DIORGANISAI, MENGAPA! TIDAK....?

  Oleh: Log Yonine Magai



Saat Diskusi tentang Pendidikan Papua yang bertajuk "Membangun Papua melalui Pendidikan yang Berkarakter" (Doc. Pribadi Log Yonine Magai)
UNIVERSITAS adalah masa yang berbeda dibandingkan sekolah. Ketika seseorang sudah mendapati status sebagai seorang mahasiswa, banyak tuntutan dan juga harapan yang berkecamuk di dalam pikirannya. “Saya harus lebih mandiri”, “Saya harus lebih aktif”, “Saya harus berubah!”, dan lain sebagainya. Salah satu pikiran yang paling banyak mendominasi adalah “Saya harus membuka usaha pribadi, berusaha hidup mandiri tanpa bergantung kepada orang tua” dan “Saya harus aktif berorganisasi, memiliki banyak relasi, dan sukses di berbagai bidang”.

Hal yang paling sering membuat galau para mahasiswa adalah, manakah yang harus saya prioritaskan? Akademik? ..Ataukah organisasi? Pikiran ini tidaklah salah, akan tetapi juga tidaklah betul sepenuhnya. Karena pada hakikatnya, akademik dan organisasi itu selalu berjalan seiring atau sejalan antara satu dan lainnya.

Sebagai seorang mahasiswa, sudah jelas bahwa kewajiban kita adalah untuk menuntut ilmu, belajar, dan lulus dengan nilai yang memuaskan dan membawa title sarjana. Akan tetapi, untuk menunjang hal tersebut, kita membutuhkan sebuah relasi. Misalnya, relasi untuk saling mendukung akademik, relasi untuk menyuplai buku-buku perkuliahan, dan juga kebutuhan lainnya. Hal tersebut bisa kita dapatkan salah satunya melalui organisasi. 

Tak sekadar relasi, dengan berorganisasi kita juga bisa mendapatkan hal lainnya, seperti pengembangan softskill, pengalaman yang tidak tergantikan, dan masih banyak lagi. Berikut ini beberapa hal keuntungan yang akan kita dapatkan jika kita berorganisasi.

1.      Organisasi Meningkatkan Relasi.

Siapa yang tidak mau terkenal seantero kampus? Berjalan kemana-mana selalu disapa dan dikenal? Butuh ini dan itu tak perlu repot mencarinya? Yah, itulah enaknya ketika banyak relasi. Ketika kita hanya menjadi mahasiswa yang ‘kupu-kupu’ (kuliah-pulang, kuliah-pulang), maka pastilah kenalan kita hanyalah teman satu kelas, teman satu jurusan (ketika mengontrak mata kuliah tertentu), teman kosan, dan lainnya. Tidak lebih baik daripada itu.

Akan tetapi ketika kita aktif berorganisasi, kita sering diberi amanah-amanah untuk mengerjakan hal-hal tertentu, bertemu dengan aktivis dari organisasi lain, pejabat kampus, dan orang-orang penting lainnya, maka tentulah nama kita akan disorot oleh berbagai pihak dan membantu kita dalam banyak hal. Kita akan lebih mengetahui seluk-beluk birokrasi kampus, struktur organisasi kampus, dan juga kebijakan-kebijakan pihak universitas dalam berbagai hal. Pun ketika nanti kita ingin menjadi seorang pemegang kekuasaan di kampus, kita akan mengetahui terlebih dahulu tugas dan fungsi jabatan tersebut sedari sekarang, hanya dengan berbincang-bincang dengan pemegang jabatan tersebut mulai dari saat ini.

2.      Organisasi Mengembangkan Kemampuan Diri.

Ingin bisa berbicara dengan lantang, penuh percaya diri, dan gagah berani?

Berpikiran visioner, disiplin, dan mampu melakukan berbagai macam hal?

Percaya ataupun tidak, semua itu dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan-kegiatan keorganisasian, dimulai dari rapat hingga ke teknis pelaksanaan dalam kepanitiaan.

Ketika kita memulai rapat, kita dituntut untuk disiplin terhadap waktu. Datang on time, tidak terlambat, dan menghormati pemimpin rapat. Kemudian di dalam rapat, kita dituntut untuk aktif berbicara, terlebih ketika memegang amanah sebagai koordinator suatu divisi kepanitiaan. Berpandangan luas, menambah wawasan, softskill terasah, dan kemampuan manajemen diri dan memanajemen orang lain pasti bertambah. Aplikasi dari pembelajaran tersebut dapat kita lihat ketika terjun ke dunia pekerjaan. Di mana kita harus memahami situasi dan kondisi perusahaan atau instansi, mengkondisikan karyawan, murid, hingga relasi, dan tuntutan ketika kita harus melakukan berbagai macam pekerjaan dengan latar belakang yang berbeda. Hal tersebut dapat teratasi ketika kita memiliki banyak pengalaman di organisasi.

3.      Organisasi Memberikan Pengalaman.

Menjabat sebagai ketua, koordinator, bahkan staf, adalah hal yang tidak tergantikan. Merasakan bagaimana memimpin dan dipimpin, bekerja dan dipekerjakan, susah dan senang, tawa dan duka, haru dan canda, itu semua dapat dirasakan dalam organisasi. Bagaimana cara bekerjasama dengan rekan kerja, saling berbagi keluh kesah ketika memegang amanah, merasakan repot dan sulitnya mengurusi suatu acara hingga tidur tidak pulas dan pulang larut malam, membagi diri antara belajar, bermain, dan bekerja, itu semua merupakan pengalaman berharga yang tidak tergantikan dan hanya dapat dirasakan ketika kita bergabung dalam sebuah organisasi. Pengalaman-pengalaman tersebut terpatri dalam diri dan membentuk pribadi kita menjadi seseorang yang teguh, ulet, disiplin, dan amanah. Dengan berorganisasi, pengalaman itu menjadi kenangan-kenangan dan cerita indah di masa tua nanti.

4.      Organisasi Meninggikan Prestasi

Salah satu fungsi organisasi adalah sebagai wadah pengembangan minat dan bakat anggotanya. Dengan bergabungnya kita ke dalam suatu organisasi yang sesuai minat dan bakat kita, maka kita dapat meningkatkan ilmu terhadap bidang tersebut dan juga mendapatkan informasi-informasi terkait lomba dan kompetisi seputar bidang yang kita geluti. Dengan prestasi, kita dapat meninggikan nama dan derajat organisasi. Sebaliknya, ketika organisasi kita mendapatkan prestasi dan predikat yang baik di mata khalayak umum maka secara tidak langsung organisasi tersebut dapat meninggikan harkat dan martabat kita juga bagi masyarakat. Organisasi dapat membuat kita belajar dan berkarya, dan organisasi juga dapat menjadi wadah kita untuk melejitkan prestasi yang telah kita raih.

Dengan berbagai keuntungan yang akan kita dapatkan dari organisasi, apalagi yang masih kita ragukan untuk bergabung didalamnya? Orang dengan prestasi baik dan aktif organisasi akan lebih diperhitungkan dibandingkan orang yang berprestasi tapi tidak aktif organisasi. Sudah, pastikan dirimu menentukan organisasi mana yang akan diikuti? (Admin)

Sumber : Facebook "Log Yonine Magai"