This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label nasional dan internasional. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label nasional dan internasional. Tampilkan semua postingan

Kamis, 27 Maret 2014

PROYEK BERDARAH NEGARA INDONESIA DI TANAH PAPUA

 oleh: Leksi Degei

“Pemekaran Propinsi Dan Kabupaten/Kota Kian Menelan Korban Masyarakat Pribumi Papua”
Isu pemekaran sementara ini menempati posisi teratas dalam benak Politisi Lokal Papua (Bukan Politisi Papua Merdeka, red), sehingga banyak isu Pemekaran Propinsi maupun Kabupaten/Kota yang dilahirkan dan langsung diajukan ke Jakarta, anehnya adalah sikap Jakarta yang langsung menjawabnya tanpa kompromi (melakukan studi kelayakan,red).
Latar belakang lahirnya Pemekaran Pemerintahan di Tanah Papua disebabkan oleh banyak hal, yang sangat disanyangkan adalah lahirnya isu itu tidak aspiratif dan bermuatan kepentingan yang kemudian hanya akan meninggalkan luka dihati Masyarakat Pribumi Papua akibat dampak pemekaran itu sendiri. Jika dicermati isu tersebut lahir karena Kekecewaan Politik Oleh Politisi Lokal Papua Yang Kalah Berpolitik, Kepentingan Bisnis Di Wilayah Tersebut, dan Kepentingan Politik Pemerintah Pusat. Ketiga alasan ini yang mempengaruhi lahirnya isu pemekaran. 

Rakyat Pribumi Papua tidak pernah mengharapkan apapun dari Pemerintah Indonesia seperti OTSUS, PEMEKARAN, dan UP4B yang ada hanyalah Pemerintah Indonesia yang menjalankan tanggungjawab dan kewajibannya kepada Rakyat Pribumi Papua sebab pemerintah Indonesia telah mencaplok wilayah Papua masuk kedalam wilayah Indonesia. Dengan itu kemudia memperjelas sikap pemerintah yang terkesan memaksa kehendak Rakyat Papua untuk mengikuti apapun yang diinginkan oleh Jakarta mengunakan kaki-tangannya (aparat keamanan, gubernur, bupati) di Tanah Papua. 

Pemekaran Propinsi dan Kabupaten/Kota di Tanah Papua juga merupakan keinginan Pemerintah Pusat yang telah diutarakan pada tahun 90-an yang dikini sedang terimplementasi, namun implementasinya terkesan diinginkkan oleh Rakyat Pribumi Papua melalu politikus buta dan tidak berprinsip di Tanah Papua yang telah terhegemoni kepentingan Jakarta. 

Dalam hal kepentingan politik terselubung Negara Kesatuan Republik Indonesia di Tanah Papua tujuannya telah ditetapkan sejak lama secara nasional seperti yang telah diutarakan oleh ALI MURTOPO (Mantan Pangdam TRIKORA) bahwa; “Orang Papua dengan keinginannya untuk mendirikan Negara WEST PAPUA adalah mimpi disiang bolong yang tidak akan pernah terwujud. Jika Orang Papua menginginkan hal itu maka buatlah surat kepada TUHAN mereka agar Ia dapat memberikan sebuah Pulau sendiri untuk Orang Papua dapat mendirikan Negara mereka disana, sebab kita (Indonesia) menginginkan Tanah Papua bukan Orang Papua”. Ungkapan ini kemudian menunjukan secara tegas sikap politik pemerintah Indonesia di tanah papua untuk menutup rapat ruang demokrasi dan Hak Asasi Manusia di Tanah Papua.

Ungkapan Tokoh dan Pakar Politik bahwa demokrasi Indonesia masih dalam proses menuju kesempurnaan merupakan pembohongan publik atau bagian dari penyembunyian fakta pertumpahan darah akibat praktek demokrasi yang cacat. Para tokoh dan pakar politik pandai itu dalam penjelasannya tidak pernah menunjuk oknum mana yang sedang menghambat jalannya demokrasi menuju kesempurnaan yang dicita-citakan dalam negara demokrasi Indonesia merupakan bukti penyembunyian fakta itu.

Pengalaman telah menunjukan bahwa jalannya demokrasi di Indonesia selalu bersimbah darah, air mata, dan nyawa. Kenyataan itu kemudian mengkebiri ungkapan para tokoh dan pakar politik diatas, sesungguhnya Bukan Demokrasi Di Indonesia Sedang Berproses Menuju Demokrasi Ideal Ala Indonesia akan tetapi Penerapan Demokrasi Indonesia Merupakan Ajang Pembodohan, Penipuan, Pencurian, Pemerkosaan, Pembantaian Lingkungan Dan Masyarakat Indonesia khususnya Kekayaan Alam dan Masyarakat Pribumi Papua. 

Skenario Proyek Berdarah Negara Indonesia Di Tanah Papua sangat manis, rapih, dan tidak membekas hanya kemudian dapat dirasakan pada saat terjadinya Konflik Sosial yang berujung pada Konflik Vertikal. Sekenario Proyek Berdarah Negara Indonesia itu mirip dengan Teori Spiral kekerasan miliknya Dom Helder Camera, namun yang membedakan adalah objek-objek didalamnya, berikut jalannya skenario itu :

• Politikus Lokal Papua 
Politikus Lokal Papua yang kalah berpolitik dalam sebuah pesta demokrasi daerah adalah agen pertama yang dimiliki Negara Indonesia untuk memuluskan jalannya Proyek Berdara itu, namun posisi agen yang disandang Politikus Lokal Papua itu tidak diketahui olehnya.

Politikus itu sendiri dipengaruhi oleh kenafsuannya untuk mendapatkan Kedudukan, Jabatan, dan Kemewahan sehingga ia mengambil keputusan untuk mengusulkan pemekaran sebuah wilayah yang menurut dia tepat, keputusannya itu kemudian disampaiakan kepada pendukung-pendukungnnya kemudian mulailah mereka bekerja. 

Pekerjaan yang akan dilakukan adalah mencari orang-orang tua setempat baik Pegawai Negeri Sipil maupun masyarakat biasa kemudian mempengaruhi mereka sampai pandangannya sepaham. Setelah itu orang-orang tua itu ditetapkan sebagai tokoh-tokoh masyarakat setempat yang mendukung permintaan pemekaran, dan pendukung-pendukungnya mulai menyiapkan data-data penduduk yang dipalsukan. Setelah Politikus Lokal Papua melihat syarat-syaratnya telah lengkap maka mereka membentuk sebuah tim yang siap memperjuangkan pemekaran.

Dengan pandangan itu Politisi Lokal Papua tidak sadar jika ia sedang diperalat oleh Negara Indonesia untuk memuluskan Proyek Berdarah itu.

• Bisnismen Nasional dan Internasional
Sikap Politikus Lokal Papua itu kemudian dimanfaati oleh pebisnis yang telah melirik adanya lahan potensial bagi pengusaha itu, sehingga pengusaha itu rela mengeluarkan dana besar bagi politikus lokal papua untuk memperlancar pekerjaannya seperti; Membayar Transportasi, Membayar Kroni-Kroninya untuk mengambil dukungan masyarakat papua dengan cara menetapkan tokoh-tokoh masyarakat, dan Manipulasi Data. 

Pelaku bisnis sendiri memiliki hubungan harmonis dengan negara Indonesia karena mendapatkan “ijin usaha” yang akhirnya jika usahanya berjalan maka akan terjadi transaksi pembayaran pajak (Royalti) kepada Pemerintah Pusat, dan Daerah. 

Dari hubungan itu kemudian Pemerintah Pusat berhasil menciptakan hubungan imperialis nasional dan internasional dalam Negara Indonesia yang tinggal meng-Kapitalisasi-kan tanah adat disana guna meraup keuntungan disana berdasarkan amanah pasal 33 UUD 1945 “bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dikelola sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”.

• Kepentingan Politik Pemerintah Pusat
Khusus bagi wilayah Papua penerapan Kepentingan politik pemerintah pusat dilakukan dengan serius dan penuh waspada. Ada beberapa program politik pemerintah yang diberlakukan di Tanah Papua seperti OTDA, OTSUS, dan UP4B. Semua proyek politik itu mendapat kecaman keras dari rakyat pribumi Papua khususnya yang bukan Aparatus Negara (PNS, TNI, POLRI, dan Politikus Partai) 

PEMEKARAN kemudian menjadi proyek berdarah terselubung yang sifatnya paling aman diragakan oleh pemerintah pusat tanpa harus memberikannya tawaran politiknya dengan melewati massa-massa genting seperti yang terjadi pada saat pemberian OTSUS. Dikatakan aman karena opini publik yang terbagun adalah Pemekaran adalah permintaan Masyarakat Papua sendiri melalui politikusnya, jadi sikap pemerintah pusat hanya menjawab dengan cara memberikan Pemekaran tanpa kompromi. Karena pemekaran dinilai aspiratif kolektif masyarakat pribumi papua.

Setelah pemekaran itu disahkan barulah nampak kepentingan politiknya dimana Perangkat Pemerintahan (Esekutif, Legislatif, Yudikatif, dan Alat negara “Keamanan”), Penerapan sistem pemerintahaan yang bersifat komando dan bermuatan sentralistik, penerapan demokrasi yang timpang dan berkafan darah, dan perluasan peta pelanggaran HAM Berat dan penyumbatan ruang Demokrasi.

• Hubungan Kausal Menuju Proyek Berdarah
Papua masih berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara otomatis aturan hukum yang berlaku adalah aturan hukum Indonesia dan aturan Internasional yang telah diratifikasi oleh negara indonesia. Sebagai negara hukum segala aktifitas yang diberlakukan berlandaskan hukum sehingga setiap kegiatan yang terjadi di Tanah Papua pun dilandasi dengan aturan hukum. 

Program pemekaran ditanah papua telah lama direncanakan, namun baru terimplementasi setelah adanya permintaan dari politisi lokal papua. Artinya pemerintah pusat bersikap menunggu permintaan dari masyarakat agar terkesan pemberian itu murni atas aspirasi kolektif masyarakat pribumi papua.
Pemerintah pusat juga telah memberikan Ijin Usaha bagi perusahaan-perusahaan nasional dan internasional jauh sebelum adanya program pemekaran, sikap pemilik perusahaan hanya menunggu wilayah baru yang siap dikelola. Informasi wilayah usaha baru terkadang diberikan oleh pemerintah pusat, pemilik perusahaan sendiri mencari lokasi baru, dan diajukan oleh pemerintah daerah sendiri kepada pemilik perusahaan. Hubungan mesra antara pemerintah dan perusahan bertujuan untuk mendapatkan Royalti yang kemudian dana tersebut akan digunakan lagi untuk kebutuhan dan kepentingan politik pemerintah dan peguasa baik dipusat maupun daerah. 

Pesan moral UUD 45 pasal 33 hanyalah tiket bagi mulusnya hubungan pemerintah dan pengusaha. Kehadiran aparat keamanan diareal operasi perusahaan merupakan amanah legal aturan hukum tentang Perlindungan Objek Vilat Negara, seperti yang sedang terjadi diareal PT.FI di Tembagapura, dan BP di Bintuni yang telah melahirkan ribuan pelanggaran HAM Berat yang mencederahi UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 11 tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Ekonomi Sosial Budaya, UU No.12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Sipil Politik, Deklarasi Internasional Tentang Pokok-Pokok Hak Asasi manusia, Deklarasi Internasional Tentang Hak Asasi Masyarakat Pribumi Internasional, dan aturan hukum lainnya.

Pemekaran merupakan Proyek Berdarah yang paling aman dan manis, sebab opini publik yang terbangun adalah Pemekaran Merupakan Permintaan Masyarakat Pribumi Papua. Proyek berdarah pemerintah pusat terhadapa rakyat pribumi papua terlihat pada motifasi dan tindakan pemerintah pusat yang dipraktekan dengan isu pemekaran itu sendiri, antara lain :

1. Pemekaran Propinsi Kabupaten/Kota di Tanah Papua merupakan inisiatif pemerintah pusat, secara legal inisiatif itu tertuang dalam UU No. 45 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah, Propinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, Dan Kota Sorong. Disamping itu terlihat juga pada tindakan pemerintah pusat yang langsung menjawab permintaan pemekaran oleh Politikus Lokal Papua tanpa kompromi (melakukan studi kelayakan, red); 

2. Pemekaran Propinsi Kebupaten/Kota di Tanah Papua merupakan tindakan terselubung pemerintah pusat dalam hal membuka ladang Bisnis baru guna menciptakan lintasan imprealis dalam negara yang siap meng-kapitalisasi-kan tanah adat. Tindakan itu bertujuan untuk memuluskan hubungan bisnis pemerintah pusat/daerah dengan pugusaha nasional/internasional, pengurangan jumlah pengangguran di Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, NTT, NTB, dan lainnya, Pelebaran Wilayah Bisnis Keamanan Negara (ajang kenaikan pangkat, dan mendapatkan vii keamanan); 

3. Disisi pendanaan untuk mengurus Pemekaran Propinsi Kabupaten/Kota di Tanah Papua semuannya dijalankan mengunakan dana negara namun tidak pernah pernah dijerat oleh lembaga yang berwenang (BPK, KPK), selain itu pendanaan juga mengalir dari Pengusaha-pengusaha nasional dan internasional yang mendapat ijin usaha dari pemerintah pusat/daerah (praktek liberalisasi);

Dari tiga pandangan itu kemudian dapat ditarik benang merah bahwa politisi lokal papua adalah Agen Pendukung Pertama yang memuluskan Proyek Berdarah Pemerintah Pusat Terhadap Masyarakat Pribumi Papua, sebab Pemekaran Propinsi Kabupaten/Kota diseluruh Tanah Papua merupakan tujuan Politik, dan Ekonomi Politik Pemerinta Pusat yang telah direncanakan sejak lama.

Proyek Berdarah Pemerintah Pusat Terhadap Rakyat Pribumi Papua kemudian mulai jelas terlihat pada beberapa kasus yang sedang terjadi pasca maraknya pemekaran Propinsi, Kabupaten/Kota seperti; “Penembakan Masyarakat Pribumi Papua Dengan Dalail TPN-OPM, Maraknya Kasus Togel Yang Melahirkan Konflik Berdarah, Tinginya Kasus KKN Yang Berujung Pada Perang Dingin, Pelebaran Wilayah Penyebaran Virus HIV-AIDS Dan MIRAS, Dan Konflik Wajib Lima Tahunan Sekali Yaitu KONFLIK PILKADA Yang Selalu Menuai Konflik Horisontal/Konflik Sosial Pada Seluruh Wilayah Propinsi Maupun Kabupaten”. Konflik pilkada yang sedang terjadi adalah : 

1. Kabupaten Puncak Papua, (2011-2012) 
Konflik Pilkada yang terjadi disana menelan korban jiwa, raga, dan harta benda. Menurut informasi yang diperoleh korban jiwa yang berjatuhan berjumlah 19 orang, dan 1 orang luka-luka, sedangkan korban harta benda adalah rusaknya 1 buah mobil, pembakaran 3 buah rumah masing-masing adalah kantor KPU Puncak Papua, rumah tinggal, rumah adat (honai). Data tersebut diperoleh pertanggal 11 juni 2011, menurut informasi hingga saat ini masih terjadi perseturuan antara kubu pendukung Calon Bupati Elvis Tabuni dan Simon Alom, artinya korban jiwa, raga, dan harta benda masih berjatuhan berdasarkan informasi yang diperoleh melalui METROTV korban jiwa yang berjatuhan sebanyak 55 orang, namun karena situasi disana masih tegang sampai sekarang maka dapat diperkirakan akan bertambah;

2. Kabupaten Tolikara (Februari 2012), 
Konflik Pilkada yang terjadi ditolikara telah menelan korban jiwa, raga, dan harta benda. Berdasarkan informasi yang diperolah melalui METROTV korban jiwa yang berjatuhan berjumlah 2 orang, sedangkan ribuan orang lainnya terluka semua korban terluka yang telah diefakuasikan ke RSUD Dok II Jayapura, pertanggal 19/2 sebanyak 83 orang yang telah diefakuasi, sedangkan korban harta benda sebanyak 10 rumah yang dibakar termasuk 2 perkantoran. 

Menurut informasi perseteruan antara kubu pendukung Calon Bupati/Wakil Jhon Tabo – Edi Suyanto dan Usama Wanimbo – Amos Jikwa masih berseteru sampai sekarang sehingga korban yang akan berjatuhan diperkirakan akan terus berjatuhan.

3. Propinsi Papua Barat, (Januari 2012)
Konflik Pilgub yang terjadi dimanakwari telah melahirkan situasi yang tidak kondusif akibat adanya pemblokiran jalan umum oleh massa pendukung salah satu Calon Gubernur disana (Dominggus Mandacan), ulah massa pendukung itu juga telah menelan korban harta benda dimana 1 buah rumah dibakar milik Gubernur terpilih Abraham O Atururi. Dalam insiden itu tidak menimbulkan korban jiwa. 

Setelah berakhirnya insiden itu kemudian beredar isu yang menyebutkan bahwa Masyarakat Adat Arfat adalah OPM (Organisasi Papua Merdeka), ketika mendengar isu itu kemudian keluarga besar Masyarakat Adat Arfat merasa dicemarkan nama baik mereka sehingga mereka mendesak untuk adanya permohonan maaf terkait beredar isu tersebut. Mereka juga mengancam jika belum ada penyataan maaf maka pelantikan Gubernur Papua Barat jangan diadakan diatas tanah ulayat Masyarakat Adat Arfat (Manakwari), menurut mereka jika pemerintah ingin melaksanakan pelantikan dimaksud maka buatlah di Jakarta dan bekerjalah disana.

Untuk diketahui juga bahwa Pemilu Gubernur di Propinsi Papua Barat yang dilaksanakan sebayak dua kali itu menelan dana sebesar Rp. 358 M Dana ini dikucurkan lewat tiga lembaga, yakni KPUPB sebesar Rp 273 M, KESBANGPOL Rp. 25 miliar yang merupakan dana pengamanan diserahkan pada POLDA dan TNI, serta PANWASLUKADA sebesar Rp 60 M. Demikian disampaikan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Linmas Provinsi Papua Barat Drs Soleman Sikirit kepada wartawan di kantornya, Jumat (27/1).

4. Selanjutnya diperkirakan akan terjadi diseluruh Kabupaten/Kota dan Propinsi di Tanah Papua. 
Konflik Sosial yang terjadi itu terkadang berujung pada Konflik Vertikal antara masyarakat dengan Aparat Keamanan akibat persoalan tersebut dipolitisir oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab seperti yang terjadi di Propinsi Papua Barat (Manakwari) dengan adanya ungkapan yang menyebutkan bahwa Orang Arfat adalah OPM (Organisasi Papua Merdeka) 

Jika dilihat dari pengalaman pemilu kepala daerah (PEMILUKADA) Propinsi, Kabupaten/Kota yang terjadi seluruhnya telah dan akan menuai persoalan yang menelan korban baik korban jiwa, raga, harta benda, dan lebih parah para lagi adalah terbagunnya opini publik yang mendiskreditkan orang papua seperti ungkapan beberapa media massa baik cetak maupun elektronik bahwa orang papua masih menggunakan alternatif Perang Suku dalam menyelesaikan persoalan, padahal faktanya adalah Perang Kelompok Antara Pendukung Calon Gubernur/Bupati . 

Berdasarkan uraian panjang diatas sehingga dapat dikatakan bahwa; Teori Spiral Kekerasan sedang dipraktek oleh Negara Indonesia terhadap Masyarakat Pribumi Papua, karena Pemekaran Propinsi Kabupaten/Kota di Tanah Papua adalah inisiatif Pemerintah Pusat dengan tujuan Kepentingan Politik dan Ekonimi Politik Negara Indonesia di Tanah Papua. Terkait Konflik Horisontal yang berujung pada Konflik Vertikal merupakan TARGET yang ingin dicapai oleh Negara Indonesia. 

Kesimpulannya adalah Pemekaran Propinsi, Kabupaten/Kota Ditanah Papua Merupakan Proyek Berdarah Negara Indonesia Terhadap Masyarakat Pribumi Papua. (Leksi Degei/Admin)


“Kritikanmu Adalah Pelitaku”

Senin, 24 Maret 2014

Jumlah Provinsi Di Indonesia tahun 2013

Jumlah Provinsi Di Indonesia saat ini ada 34 provinsi. Dengan perkembangan negara dan perubahan politik,ekonomi, maupun jumlah penduduk, maka jumlah provinsi yang ada di Indonesia mengalami penambahan. Penambahan jumlah provinsi ini bukan berarti wilayah Indonesia bertambah luas. Jumlah provinsi yang bertambah merupakan pemekaran dari wilayah provinsi yang sudah ada.
Berikut 34 Provinsi Di Indonesia beserta Ibu Kotanya:
PULAU SUMATERA
1 Provinsi Nanggro Aceh Darussalam Ibukota nya adalah Banda Aceh
2 Provinsi Sumatera Utara Ibukota nya adalah Medan
3 Provinsi Sumatera Barat Ibukota nya adalah Padang
4 Provinsi Riau Ibukota nya adalah Pekan Baru
5 Provinsi Kepulauan Riau Ibukota nya adalah Tanjung Pinang
6 Provinsi Jambi Ibukota nya adalah Jambi
7 Provinsi Sumatera Selatan Ibukota nya adalah Palembang
8 Provinsi Bangka Belitung Ibukota nya adalah Pangkal Pinang
9 Provinsi Bengkulu Ibukota nya adalah Bengkulu
10 Provinsi Lampung Ibukota nya adalah Bandar Lampung
PULAU JAWA
11 Provinsi DKI Jakarta Ibukota nya adalah Jakarta
12 Provinsi Jawa Barat Ibukota nya adalah Bandung
13 Provinsi Banten Ibukota nya adalah Serang
14 Provinsi Jawa Tengah Ibukota nya adalah Semarang
15 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Ibukota nya adalah Yogyakarta
16 Provinsi Jawa Timur Ibukota nya adalah Surabaya
PULAU NUSA TENGGARA DAN BALI
17 Provinsi Bali Ibukota nya adalah Denpasar
18 Provinsi Nusa Tenggara Barat Ibukota nya adalah Mataram
19 Provinsi Nusa Tenggara Timur Ibukota nya adalah Kupang
PULAU KALIMANTAN
20 Provinsi Kalimantan Barat Ibukota nya adalah Pontianak
21 Provinsi Kalimantan Tengah Ibukota nya adalah Palangkaraya
22 Provinsi Kalimantan Selatan Ibukota nya adalah Banjarmasin
23 Provinsi Kalimantan Timur Ibukota nya adalah Samarinda
PULAU SULAWESI
24 Provinsi Sulawesi Utara Ibukota nya adalah Manado
25 Provinsi Sulawesi Barat Ibukota nya adalah Kota Mamuju
26 Provinsi Sulawesi Tengah Ibukota nya adalah Palu
27 Provinsi Sulawesi Tenggara Ibukota nya adalah Kendari
28 Provinsi Sulawesi Selatan Ibukota nya adalah Makassar
29 Provinsi Gorontalo Ibukota nya adalah Gorontalo
KEPULAUAN MALUKU DAN PAPUA
30 Provinsi Maluku Ibukota nya adalah Ambon
31 Provinsi Maluku Utara Ibukota nya adalah Ternate
32 Provinsi Papua Barat Ibukota nya adalah Kota Manokwari
33 Provinsi Papua Ibukota nya adalah Jayapura
34 Provinsi Kalimantan Utara ibukota nya adalah tanjung selor
Sejarah singkat penambahan Provinsi Di Indonesia
Pada saat kemerdekaan, jumlah provinsi yang ada di Indonesia hanya 8, yaitu:
a. Provinsi Sumatra
b. Provinsi Jawa Barat
c. Provinsi Jawa Tengah
d. Provinsi Jawa Timur
e. Provinsi Borneo (Kalimantan)
f. Provinsi Sulawesi
g. Provinsi Sunda Kecil (Nusa Tenggara)
h. Provinsi Maluku
Pada saat itu, Pulau Irian belum menjadi bagian dari negara Indonesia karena Pulau Irian masih di bawah kekuasaan Belanda. Seiring berjalannya waktu, setelah Indonesia merdeka jumlah provinsi di Indonesia mengalami perkembangan.
Agar kalian lebih memahami mengenai pemekaran provinsi di Indonesia setiap tahunnya perhatikan keterangan di bawah ini
1. Tahun 1950
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 11, adapun provinsi yang mengalami pemekaran adalah:
  • Provinsi Sumatra, berkembang menjadi tiga provinsi, yaitu Sumatra Utara, Sumatra Tengah, dan SumatraSelatan.
  • Provinsi Jawa Tengah, berkembang menjadi dua provinsi, yaitu Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.

2. Tahun 1956
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 15, adapun provinsi yang mengalami pemekaran adalah:
  • Provinsi Sumatra Utara berkembang menjadi dua provinsi, yaitu Sumatra Utara dan DI Aceh.
  • Provinsi Jawa Barat berkembang menjadi dua provinsi, yaitu Jawa Barat dan DKI Jakarta.
  • Provinsi Kalimantan berkembang menjadi tiga provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.

3. Tahun 1957
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 17 provinsi, adapun provinsi yang mengalami pemekaran adalah:
  • Provinsi Sumatra Tengah berkembang menjadi tiga provinsi, yaitu Sumatra Barat, Riau, dan Jambi.
  • Provinsi Kalimantan Selatan berkembang menjadi dua provinsi, yaitu Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah

4. Tahun 1958
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 20 provinsi. Provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi Sunda Kecil terbagi menjadi tiga provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
5. Tahun 1959
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 21 provinsi. Provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi Sumatra Selatan terbagi menjadi Sumatra Selatan dan Lampung.
6. Tahun 1960
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 22 provinsi. Provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi Sulawesi terbagi menjadi Sulawesi Utara dan Tengah serta Sulawesi Selatan dan Tenggara.
7. Tahun 1964
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 24 provinsi, adapun yang mengalami pemekaran adalah:
  • Provinsi Sulawesi Utara dan Tengah berkembang menjadi dua, yaitu Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
  • Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara berkembang menjadi dua, yaitu Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

8. Tahun 1967
Pada tahun ini jumlah provinsi bertambah menjadi 25. Provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi Sumatra Selatan berkembang menjadi dua provinsi, yaitu Sumatra Selatan dan Bengkulu
9. Tahun 1969
Dengan masuknya Irian Jaya menjadi wilayah Indonesia, maka pada tahun itu jumlah provinsi di Indonesia bertambah satu, sehingga jumlah provinsi menjadi 26.
10. Tahun 1976
Pada tahun ini jumlah provinsi menjadi 27. Adapun provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terbagi menjadi dua, yaitu Nusa Tenggara Timur dan Timor-Timur.
11. Tahun 1999
Lepasnya Provinsi Timor-Timur dari Indonesia menyebabkan jumlah provinsi berkurang satu menjadi 26. Pada tahun itu juga, ada beberapa provinsi yang mengalami pemekaran sehingga
menjadi 29 provinsi. Adapun provinsi tersebut adalah:
  • Provinsi Maluku mengalami pemekaran menjadi dua yaitu Maluku dan Maluku Utara.
  • Provinsi Irian Jaya terbagi menjadi dua provinsi yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Irian Jaya Barat.

12. Tahun 2000
Pada tahun ini jumlah provinsi di Indonesia bertambah menjadi 32. Beberapa provinsi mengalami pemekaran di antaranya adalah:
  • Provinsi Sumatra Selatan berkembang menjadi dua provinsi, yaitu Sumatra Selatan dan Bangka Belitung.
  • Provinsi Jawa Barat berkembang menjadi dua, yaitu Jawa Barat dan Banten.
  • Provinsi Sulawesi Utara berkembang menjadi dua, yaitu Sulawesi Utara dan Gorontalo.

13. Tahun 2004
Pada tahun 2004 jumlah provinsi di Indonesia bertambah menjadi 33. Provinsi yang mengalami pemekaran adalah Provinsi Riau menjadi Riau dan Kepulauan Riau.
14. Tahun 2012
Pada tahun 2012, jumlah Provinsi di Indonesia bertambah 1 lagi dengan dibentuknya Provinsi Kalimantan Utara, sebagai pemekaran dari Kalimantan Timur. Provinsi Kalimantan Utara ini dibentuk dengan UU No. 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (1) UU 20/2012, Provinsi Kalimantan Utara berasal dari sebagian wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang terdiri dari:
a. Kabupaten Bulungan;
b. Kota Tarakan;
c. Kabupaten Malinau;
d. Kabupaten Nunukan; dan
e. Kabupaten Tana Tidung.

Sumber :  Berbagai Media ONLINE 
(Admin)

PT.Freeport Indonesia Dituding, Aktor Terjadinya Perang Suku Di Timika, Papua



 
Perang Suku di Timika, Papua
Perang saudara antar suku di Timika, Papua. Mulai dari sejak 27 Januari sampai 5 Februari 2014 dini hari. Namun hingga kini belum ada tanda-tanda perdamaian antara kedua kubu. Dalam konflik ini PT. Freeport Indonesia actor utama terjadinya konflik horisontal. “Kata seorang yang tidak ingin disebut namanya, melalui via-handphone. Rabu, (5/2).Sore tadi.

Hingga saat ini, kata dia, banyak korban kedua kubu mencapai puluhan orang baik perempuan dan laki-laki yang kena anak panah, mereka berobat dirumah sakit RSUD dan Rumah sakit Karitas, ada yang sudah meninggal ada juga yang luka-luka berat dan ringan, Kami belum bisa memastikan jumlah korban dengan identitas lengkap.

          Didalam perang suku banyak oknum terlibat yakni Inteljen Negara Indonesia (BIN), Tni-Polri, “Memfasilitasi seperti makanan, minuman, Transportasi, “Ujarnya. Mereka.

"PT. Freeport Indonesia juga ikut memfasilitasi berupa makanan dan Tranportasi untuk antar jemput menggunakan Bus Karyawan milik PT Freeport. Dari Tembagapura ke Timika, tujuan masyarakat untuk perang saudara dengan suku yang ada di Timika. 

Dan dari sumber lain juga mengatakan “Perang suku ini terjadi karena pemerintah membuka jalan trans Timika ke Wagete (Paniai-Nabire) tanpa persetujuan pemilik ulayat tanah, termasuk pemberian ijin kepada pengusaha tanpa sepengetahuan pemilik ulayat tanah. 
Toko adat dan Toko agama telah melakukan berbagai upaya penyelesaian konflik ini tetapi sudah tidak sanggup sehingga mereka meminta Pemerintah Provinsi Papua agar segera menyelesaikan polemik yang sudah lama berlangsung ini. 

Menurut pengakuan seorang mahasiswa Timika, Situasi terakhir di Kota Timika, keadaan sangat darurat sehingga aktivitas warga Papua masih tegang, karena pada malam hari kelompok-kelompok gelap alias "BMP, BAIS, BIN juga ikut menakut-menakuti dan mengancam warga sipil" dengan menggunakan Mobil kaca gelap berpatroli keliling Kota Timika mereka berniat jahat untuk membunuh warga sipil . (Jackson Ikomouw)

Sumber :http://kaumindependen.blogspot.com

Jumat, 21 Maret 2014

Bermaksud Kunjungi Keluarga Korban Penembakan, Pendeta Kingmi Diusir Oleh Polisi

Ketua Sinode Kingmi Papua,
 Pdt Benny Giay
 Ketua Sinode Gereja Kemah Injili (Kingmi) di Tanah Papua, Pdt. Dr. Benny Giay menyesalkan tindakan yang dilakukan aparat keamanan dengan memalang jalan sehingga para gembala tak dapat melayat di rumah duka korban yang tertembak oleh oknum polisi saat bentrok warga di Mimika.

“Kemarin tanggal 17 Maret 2014, kami sebagai gembala bermaksud mengunjungi keluarga dari pendeta jemaat kami yang tertembak oleh oknum polisi pada 11 Maret lalu di Timika. Tetapi kami diusir polisi yang sudah memalang jalan di Kuala Kencana,” kata Benny dalam jumpa persnya di Kantor Sinode Kingmi di Tanah Papua, Kota Jayapura, Papua, Kamis (20/3).
Benny mengatakan, kejadian ini bukan kali pertama terjadi di tanah Papua. Pada tahun lalu dirinya juga mendapatkan perluan serupa, yakni 16 – 17 Juli 2012 lalu, saat pihaknya bermaksud untuk menemui umat yang bentrok. Kedua belah pihak sudah menunggu pihaknya untuk berbicara kepada mereka secara terpisah dari hati ke hati sebelum berbicara tentang akar-akar persoalan.
“Tapi pagi-pagi jam lima, TNI-Polri sudah menggelar apel dan jam enam mereka sudah bergerak ke lokasi dari kedua kubu lalu melakukan penggeledahan dari rumah ke rumah membuat masyarakat terpencar dan menggagalkan rencana pertemuan kami dengan umat kami,” jelas Benny.
Menurut Benny, hal ini perlu disampaikan karena pihaknya menilai akar persoalan Papua adalah persoalan antara dua kebudayaan, pemahaman dan penafsiran terhadap sejarah yang berbeda satu dengan yang lain.
“Persoalan itu hanya bisa diselesaikan dengan dialog. Hentikan segala bentuk kebijakan yang dilakukan untuk menghabiskan Papua secara perlahan tetapi pasti,” tutur Benny.
Atas dasar itulah, menurut Benny, pihaknya mengeluarkan surat terbuka terkait bentrok di Kabupaten Mimika dan secara keseluruhan di tanah Papua. Surat itu juga dilayangkan kepada Presiden RI, Kapolda Papua dan Pangdam XVII Cenderawasih
Kabid Humas Polda Papua, Kombes Polisi Sulistyo Pudjo Hartono saat dikonfirmasi terkait hal tersebut melalui telepon selulernya untuk sementara belum bisa dihubungi. “Saya sedang rapat,” tulisnya dalam Short Masage Service (SMS) kepada media ini saat menolak untuk ditelepon, Kamis (20/3).
Saat di tanya soal pemalangan dan pemeriksaan dari aparat keamanan di jalan masuk rumah duka korban penembakan di Mimika? Pudjo mengaku belum mengetahui adanya pemalangan tersebut. “Saya belum tahu,” kata Pudjo melalui pesan singkatnya yang kedua. (Indrayadi TH)

Kontras Tolak Capres Pelanggar Ham Berat



JAKARTA – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menolak calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang terlibat atau diduga terlibat dalam pelanggaran hak azasi manusia (HAM) berat, masa lalu.
Menurut Kepala Divisi pemantauan impunitas, Kontras, Muhammad Daud Berueh, penolakan didasari pada makna dan niai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Bahwa dinyatakan calon Presiden dan calon wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menghianati negara.
“Prabowo (Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra), terbukti melakukan penculikan hingga dicopot dari jabatannya (Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus). Sudah jelas Komnasham melakukan penyelidikan dan menemukan dugaan pelanggaran ham yang berat,” ujarnya di gedung KPU, Jakarta, Jumat (14/3).
Meski begitu Kontras menurut Muhammad Daud, tidak ingin menyudutkan orang per orang. Namun lebih kepada seluruh tokoh-tokoh yang diduga melakukan pelanggaran ham berat. Karena itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) menurutnya perlu membuat filter selektif. Sehingga calon-calon yang dinilai melanggar ham berat, tidak dapat maju menjadi capres pada pemilu 2014 mendatang.
“Pemilihan presiden harus punya lebih banyak kualitas. Namun pertanyaanya kepada siapa rakyat memilih, karena prasyarat pilpres tidak mengedepankan ham. Karena itu kami ingin memberikan masukan agar penetapan capres mengedepankan isu-isu ham.
Menurut Muhammad Daud, kasus dugaan pelanggaran ham berat yang diduga melibatkan Prabowo kini berkasnya hingga kini masih terus bergulir di Mahkamah Agung. Selain itu DPR juga sudah meminta kepada Presiden agar segera melaksanakan ratifikasi konvensi internasional tentang penghilangan orang dengan paksa.
“Kini sudah lima tahun, namun Presiden SBY belum juga melakukan apa-apa. Ke depan kami ingin Presiden terpilih harus merupakan orang yang benar-benar bersih, bukan orang yang punya utang di masa lalu,” katanya (gir)


Sumber : http://www.jpnn.com/read/2014/03/14/222018/Kontras-Tolak-Capres-Pelanggar-Ham-Berat-

Selasa, 18 Maret 2014

PROYEK TITIPAN BIKIN RAKYAT PAPUA MISKIN


MESKI setiap tahun diguyur dana otonomi khusus (Otsus) triliunan rupiah, tapi keterse diaan infrastruktur di Provinsi Papua masih minim. Hal ini ditenggarai karena banyak proyek ditungangi titipan pejabat. Akibatnya, banyak proyek terbengkalai atau berhenti setengah jalan karena duitnya habis terpakai.

"APBD di Provinsi Papua dan Papua Barat hampir Rp 17 triliun. Jumlah penduduknya tidak sampai 5 juta jiwa. Tapi, pembangunan di kedua provinsi itu setiap tahun nol besar. Ini yang bikin masyarakat Papua paling miskin di Indonesia," papar Ketua Papua Bangkit, Hengky Jokhu kepada wartawan, kemarin.

Saat ini, jelas Hengky, pembangunan infrastruktur di kedua provinsi paling timur itu sangat memprihatinkan. Pembanguna tidak jalan karena adanya kebijakan proyek titipan, baik itu pejabat dari pusat maupun daerah. "Makanya, ada yang bilang Papua merupakan mesin ATM para pejabat," paparnya.

Hengky lalu memberikan contoh pembangunan Jalan Trans Irian yang semestinya diresmikan Presiden Soeharto akhir 1996, tapi hingga hari ini belum jelas wujudnya. 

Demikian halnya pembangunan pelabuhan peti kemas Depapre, pembangunan ruas jalan strategis dan jalan altematif yang menghubungan Bandara Sentani dengan pusat Kota Jayapura. "Ini sarat dengan penentangan kepentingan pusat dan provinsi," katanya.

Menurutnya, meskipun jumlah APBD di kedua provinsi ini sangat besar, tapi faktanya ke-sejahjeraan rakyat sangat minim dibanding dengan daerah yang anggarannya lebih kecil seperti Surabaya.

"Yang membedakan dengan Surabaya, di Papua para pejabatnya hanya pikir jabatan se bagai alat untuk mendapat kesejahteraan baik itu jabatan struktural di pemerintahan maupun jabatan politik seperti kepala daerah dan anggaota DPRD. Makanya, duit habis oleh mereka tanpa menyisakan untuk pembangunan," tegasnya,

Diapun menyayangkan sikap masyarakat Papua yang ikut ikutan serakah. Seperti misalnya, menuntut ganti rugi yang tidak masuk akal padahal tanah itu digunakan pemerintah untuk menunjang pembangunan. "Mereka minta ganti rugi besar, sayangnya uang itu digunakan untuk konsumtif sehingga mereka pun akhirnya tetap terbelakang," bebernya.

Karena itu, dia menyarankan agar penegak hukum tegas menghadapi Papua. Para pejabat yang terindikasi korupsi harus diusut.

Sementara, Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan, dalam evaluasi penyelenggaraan 11 tahun Otsus di Kementerian Dalam Negeri (Kemen-dagri) baru-baru ini, telah banyak kemajuan yang telah dicapai di Provinsi Papua sejak berlakunya UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua.

"Salah satunya, adalah angka kemiskinan yang telah turun dan terus menurun sesuai data yang dikeluarkan BPS," kata Enembe.

Menurut Enembe, penurunan angka kemiskinan di Provinsi Papua itu, erawal dari masa reformasi dan sejak Otsus di mulai pada 2001. Pada awal Otsus, angka kemiskinan berada pada angka 41.80 persen, lalu turun jadi 31,98 persen tahun lalu.

Gubernur dari Partai Demokrat itu mennilai Papua sudah maju di pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. (Admin)

https://www.facebook.com/groups/deiyainews/permalink/847893281894163/

TERPINGGIRKAN DI TANAHNYA SENDIRI .


Kebijakan otonomi khusus seolah menjadi mantra ajaib untuk Papua. Triliunan rupiah digelontorkan dengan keyakinan bisa membuat provinsi tersebut menjadi lebih maju. Namun, hal itu dilakukan tanpa pengawasan yang ketat.

Sumber daya alam berupa mineral, kekayaan hutan, dan laut Papua sebenarnya tak akan habis digunakan untuk memberi makan penduduknya yang hanya 2.85L999 jiwa. Penambangan emas di Mimika, misalnya, pada 2010 memberi PT Freeport keuntungan hingga Rp 4.000 triliun. Freeport juga menjadi penyetor pajak terbesar di Indonesia, yaitu sebesar 1 miliar dollar AS per tahun (Sri Yanuarti, LIPI, 2012).

Kebijakan otonomi khusus (otsus) yang diterapkan di Papua sejak tahun 2002 memungkinkan wilayah ini menerima kucuran dana berlimpah. Sejak 2002 hingga 2013, dana otsus yang telah dikucurkan pemerintah pusat ke Papua Rp 32,709 triliun (Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Papua). Pada 2014, jumlah itu bertambah Rp 4,777 triliun dan Rp 2,5 triliun yang berasal dari dana infrastruktur.

Namun, semua kelimpahan itu belum mampu mengatasi persoalan kemiskinan di Papua Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, proporsi penduduk miskin Papua pada September 2013 masih 31,53 persen, jauh di atas angka nasional (11,37 persen). Indeks Pembangunan Manusia Papua juga ada di peringkat terendah nasional Indikator itu jadi sinyal penting atas situasi nyata kehidupan masyarakat Papua.

Jika kita berjalan-jalan di pasar lokal, seperti Pasar Misi di Wamena, tampak jelas segregasi antara pedagang asli Papua dan non-Papua Pedagang asli Papua menggelar dagangannya di tanah, sementara yang non-Papua menempati kios-kios pasar.

Jenis dagangan yang digelar para mama Papua hanya 5-10 ikat keladi, pinang, atau sayuran lainnya Sementara kios-kios pasar dipenuhi barang-barang kebutuhan pokok. Sektor transportasi ataupun perdagangan umumnya dikuasai para pendatang.

"Program otsus tidak berhasil mendorong masyarakat asli mengambil peran-peran ekonomi,” kata Thaha Al Hamid, Sekretaris Jenderal Presidium Dewan Papua. Kenyataan ini mengingkari salah satu tujuan otsus, yaitu memberdayakan ekonomi warga Papua

Kegagalan itu berpotensi menciptakan migrant capture di Papua Akses terhadap proses dan manfaat pembangunan pun ditangkap dan dikuasai para migran non-Papua Orang Papua mengalami peminggiran, tak ikut menikmati pembangunan. Kalaupun ada, hanya segelintir elite Papua, terutama mereka yang punya jabatan birokrasi (John Jonga dan Cypri JP Dale, 2011).

Proses peminggiran sudah tampak dari perubahan komposisi penduduk Penelitian Jonga dan Dale menyebutkan, akibat dari transmigrasi resmi pada masa Orde Baru ataupun migrasi spontan, komposisi penduduk Papua dan non-Papua berubah dari 964 menjadi 4951 pada 2010.

Pertumbuhan penduduk asli Papua hanya 1,84 persen per tahun, sementara non-Papua 10,82 persen. Dengan demikian, dalam tiga dekade ke depan warga Papua akan menjadi minoritas di tanah mereka sendiri.

KEKERASAN

Maijinalisasi orang asli Papua diwarnai pula oleh berbagai peristiwa kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Kebijakan otsus tak menghentikan kekerasan. Di samping kekerasan politik, seperti pembunuhan Theys Hiyo Eluay, Opinus Tabuni, Mako Tabuni, peristiwa Abepura 2011 dan Wamena 2012, tak sedikit kekerasan yang terjadi karena dipicu pilkada ataupun konflik dengan perusahaan tambang dan pemegang hak pengusahaan hutan.

Pengambilan lahan tanah ulayat oleh perusahaan besar kerap menyisakan masalah. Bukan saja kompensasi yang tak sebanding, melainkan juga "perampasan tanah, alat produksi, dan sumber penghidupan mereka yang diikuti dengan penghancuran ekologi Sebagian warga yang kehilangan tanah ulayatnya beralih menjadi pekerja di proyek.

Jika proses peminggiran terus teijadi, bahkan diwarnai kekerasan, otsus yang bercita-cita memajukan Papua bukan tak mungkin justru membangkitkan kembali ingatan akan kemerdekaan. (Admin)

By: (BI PURWANTARI/ LITBANG KOMPAS)